Minggu, 28 September 2014

PERBANDINGAN AGAMA DI DUNIA BARAT

PERBANDINGAN AGAMA DI DUNIA BARAT*

Melihat perkembangan perbandingan agama dalam pembahasan sebelumnya, tidak heran bila ilmu ini mendapat tempat di dunia barat. Perkembangan ilmu perbandingan agama di dunia Barat mendapat sumbangan yang sangat besar dengan munculnya buku-buku yang ditulis oleh para tokoh Kristen apologis. Pada dasarnya buku ini bertujuan menampakan superioritas kebenaran agama-agama non-Kristen. Kecenderungan untuk menulis buku ini, memang muncul sejak timbulnya agama-agama di dunia Grico-Roman, dan para ahli piker terpakssa menilai agama mereka masing-masing dalam hubunganya dengan agama lain. Padahal dalam kerangka ilmu teoritis ini, penilaian terhadap suatu agama, benar atau salahnya suatu agama merupakan hal yang tabu, kecuali dalam pembahasannya menggunakan kerangka berfikir teologis.
            Di antara penulis Kristen apologis itu adalah Clement Alexandria ( kira-kira 150-215 ). Diamenyatakan bahwa apa yang disembah oleh para penganut agama paganism sebetulnya manusia biasa yang pernah hidup sebagaimana para penyembahnya. Arnobius me nyatakan bahwa dewa-dewa itu asalnya manusia (Mircea Eliade, 1959 : 224). Penulis lainya, yaitu Agustine (354 – 403) dalam bukunya The City of God menyatakan bahwa agama kafir merupakan perbuatan setan (A.Mukti Ali, 1969:12). Dan pada masa reformasi dan renaisans Ersamus (1469 – 1536), ia menulis tentang elemen-elemen agama kafir yang terdapat pada peribadatan agama Romawi Katolik dan ajaran-ajaranya.
            Pada masa Revolusi Perancis, Robespirre pun mengungkapkan The Cult of Divine Reason (pemujaan terhadap akal tuhan) (Raffaele Pettazzoni, 1959:60). Sejalan dengan semangat rasionalisme, masalah teori evolusi tentang asal-usul agama menolak adanya revelation  (wahyu). Buku David Hume, Natural History of Religion (1757), dan Voltair, Essay (1780) merupakan contoh yang menonjol dalam teori evolusi.
            Perkembangan selanjutnya ditandai dengan penyelidikan historis tentang agama. William Jones tentang Sanskrit; Champollion tentang Mesir Kuno; dan Ernest Renan (1822-1892) yang pertama-tama menciptakan istilah Comperative Study of Religion. Penyelidikan historis ini telah pula dilakukan  oleh E.B Tylor tentang asal-usul agama primitive secara evolusioner (Joachim Wach, 1984 : 65)
            Namun, ilmu baru Comperative Study of Religion, yang dicetusakan oleh Ernest Renan itu, mendapat sambutan yang angat baik. Di berbagai universitas di Barat dibuka kuliah-kuliah baru untuk ilmu ini. Max Muller dianggap sebagai bapak ilmu perbandingan agama (A. Mukti Ali, 1969 : 14)
            Mircea Eliade (1959:216-232), secara runtut mengungkapkan perkembangan studi agama-agama di Barat. Karena sejak awal perkembanganya, sebutan ilmu perbandigan agama belum popular dan banyak bermunculan istilah-istilah sejenis, muncullah istilah ilmu agama-agama atau ilmu sejarah agama-agama yang menjadi lebih popular pada sat itu. Menurut Eliade,universitas yang pertama kali membuka jurusan sejarah agama tereltak di Geneve pada tahun 1873 yang diikuti oleh Belanda pada tahun 1876.
            Pada tahun 1879, jurusan ini ditetapkan sebagai bagian dari College de France, dan pada tahun 1885 dilembagakan pada Ecole des Hautes Etudes di Sorbone sebagai bagian dari ilmu pengetahuan keagamaan. Pada tahun 1884, Free University of Brussels membuka pula jurusan agama-agama. Pada tahun 1910,  hal ini diikuti pula oleh jerman, yang pertama di Berlin, kemudian di Leifzig, dan Bonn. Demikian pula Negara-negara Eropa mengkuti trend ini.
            Sekalipun ilmu agama-agama sebagai suatu disiplin yang madiri yang baru muncul pada abad ke-19, minta terhadap sejarah agama-agama yng menyelidiki masa lalu tus berlanjut. Adanya minta ini dapat kita buktikan melalui dua cara,
1.      Melalui sejumlah pelncong yang didalamnya menggambarkan pemujaan suku asing dan membandingkan dengan praktek-praktek keagamaan Yunani.
2.      Melalui kritik filosofis tentang agama tradisional.

Tulisan di kutip dari buku :

Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2000.

Tangkal ISIS, UIN Jakarta Perketat Perizinan


PDFCetakE-mail

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online – Guna mencegah berkembangnya simpatisan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS),  UIN Jakarta akan memperketat perizinan kegiatan. Hal itu dilakukan agar kasus deklarasi kelompok radikal di kampus beberapa waktu lalu tidak terulang lagi.
“Kita tak mau kecolongan kedua kali. Ada kelompok radikal yang menyewa fasilitas publik komersial di kampus yang ternyata digunakan untuk pembaiatan anggota gerakan ISIS,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Jakarta Dr Sudarnoto Abdul Hakim saat jumpa pers di Ruang Sidang Utama Gedung Rektorat, Kamis (7/8).
Jumpa pers digelar selain untuk meluruskan pemberitaan negatif mengenai adanya mahasiswa yang menjadi simpatisan ISIS, juga sekaligus rapat koordinasi dengan para pihak terkait, baik di internal kampus maupun di luar kampus. Rapat tersebut antara lain dihadiri para wakil dekan bidang kemahasiswaan, pengurus Masjid Fathullah, pengurus asrama, lembaga kemahasiswaan, kepolisian, TNI, dan unsur kecamatan.
Menurut Sudarnoto, pihaknya ke depan akan segera membuat regulasi baru terkait perizinan kegiatan di kampus selain memperketat pengawasan kegiatan, baik yang dilakukan oleh mahasiswa maupun masyarakat umum. Sebab, katanya, tak sedikit kegiatan di kampus yang dilakukan oleh masyarakat umum.
Diakuinya, di kampus UIN Jakarta terdapat beberapa fasilitas publik yang dapat disewakan untuk pertemuan, seperti Gedung Syahida Inn (semacam hotel) dan Gedung Kopertais. Bahkan Masjid Fathullah, yang meskipun tidak disewakan, juga kerap digunakan untuk berbagai kegiatan seperti diskusi dan pengajian.
“Kami terus terang kaget begitu ada selebaran pamflet yang menyebutkan Masjid Fathullah sebagai tempat sekretariat lowongan pendaftaran budak seks pemuas birahi para jihadis agar bersemangat memerangi kafir. Kami tegaskan itu tidak benar. Itu hanya niat busuk dan jahat kelompok jihadis,” tandas Sudarnoto.
Ia menyebutkan, selebaran pamflet bohong itu menunjukkan rendahnya moral dan martabat kelompok jihadis karena telah merendahkan martabat perempuan, merendahkan fungsi masjid, serta menghina umat Islam dan ajaran Islam. Tak hanya itu, meluasnya pamflet itu juga dapat memecah belah antarumat Islam sendiri.
“Ini jelas sebagai teror tahap awal kelompok jihadis yang bertujuan untuk menciptakan keresahan di masyarakat,” katanya.
Peredaran pamflet bernada provotatif tersebut muncul setelah adanya tayangan video di Youtube tentang ajakan masuk ISIS. Pamflet tersebut menggambarkan sebuah lowongan bagi para “ukhti” (panggilan wanita muslimah) untuk menjadi budak seks yang dapat memuaskan birahi kelompok mujahidin sehingga lebih bersemangat berjihad.
Celakanya, dalam pamflet yang dilengkapi dengan gambar para wanita bercadar namun memperlihatkan paha terbuka dengan latarbelakang kaliat tauhid itu disebutkan Masjid Fathullah sebagai tempat sekretariat pendaftaran. Sementara di bawah gambar dituliskan nama-nama ormas dan partai Islam, seperti Front Pembela Islam (FPI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Hizbut Tahrir.
Ketua Pengurus Masjid Fathullah Ahmad Yani menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak tahu jika masjid tersebut digunakan sebagai tempat lowongan pendaftaran budak seks. Termasuk dalam hal ini bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh para mahasiswa maupun masyarakat umum di masjid.
“Masjid itu area publik, selain untuk tempat ibadah juga kegiatan sosial keagamaan lain,” katanya. Namun, kata dia, setelah muncul isu-isu negatif terhadap masjid pihaknya juga akan lebih memperketat pengawasan kegiatan di dalam masjid tersebut. (ns)

TENTANG UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sejarah Singkat Universitas
Pada 1 Juni 2007 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merayakan "golden anniversary". Selama setengah abad, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menjalankan mandatnya sebagai institusi pembelajaran dan transmisi ilmu pengetahuan, institusi riset yang mendukung proses pembangunan bangsa, dan sebagai institusi pengabdian masyarakat yang menyumbangkan program-program peningkatan kesejahteraan sosial. Selama setengah abad itu pula, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah melewati beberapa periode sejarah sehingga sekarang ini telah menjadi salah satu universitas Islam terkemuka di Indonesia. Secara singkat sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat dibagi ke dalam beberapa periode, yaitu periode perintisan, periode fakultas IAIN al-Jami’ah, periode IAIN Syarif Hidayatullah, dan periode UIN Syarif Hidayatullah.
Periode Perintisan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 031 tahun 2002. Sejarah pendirian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan mata rantai sejarah perkembangan perguruan tinggi Islam Indonesia dalam menjawab kebutuhan pendidikan tinggi Islam modern yang dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada zaman penjajahan Belanda, Dr. Satiman Wirjosandjojo, salah seorang Muslim terpelajar, tercatat pernah berusaha mendirikan Pesantren Luhur sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam. Namun, usaha ini gagal karena hambatan dari pihak penjajah Belanda.
Lima tahun sebelum proklamasi kemerdekaan, Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) di Padang mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI). STI hanya berjalan selama dua tahun (1940-1942) karena pendudukan Jepang. Umat Islam Indonesia tidak pernah berhenti menyuarakan pentingnya pendidikan tinggi Islam bagi kaum Muslim yang merupakan mayoritas pendudukan Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang kemudian menjanjikan kepada umat Islam untuk mendirikan Lembaga Pendidikan Tinggi Agama di Jakarta. Janji Jepang itu direspon tokoh-tokoh Muslim dengan membentuk yayasan di Muhammad Hatta sebagai ketua dan Muhammad Natsir sebagai sekretaris.
Pada 8 Juli 1945, bertepatan dengan 27 Rajab 1364, yayasan tersebut mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI). STI berkedudukan di Jakarta dan dipimpin oleh Abdul Kahar Mudzakkir. Beberapa tokoh Muslim lain ikut berjasa dalam proses pendirian dan pengembangan STI. Mereka antara lain Drs. Muhammad Hatta, KH. Kahar Mudzakkir, KH. Wahid Hasyim, KH. Mas Mansur, KH. Fathurrahman Kafrawi, dan Farid Ma’ruf. Pada 1946, STI dipindahkan ke Yogyakarta mengikuti kepindahan Ibukota Negara dari Jakarta ke Yogyakarta. Sejalan dengan perkembangan STI yang semakin besar, pada 22 Maret 1948 nama STI diubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan penambahan fakultas-fakulta baru. Sampai dengan 1948, UII memiliki empat fakultas, yaitu (1) Fakultas Agama, (2) Fakultas Hukum, (3) Fakultas Ekonomi, dan (4) Fakultas Pendidikan.
Kebutuhan akan tenaga fungsional di Departemen Agama menjadi latar belakang penting berdirinya perguruan tinggi agama Islam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Fakultas Agama UII dipisahkan dan ditransformasikan menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan—sesuai dengan namanya—bersastus negeri. Perubahan ini didasarkan kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 tahun 1950. Dalam konsideran disebutkan bahwa PTAIN bertujuan memberikan pengajaran studi Islam tingkat tinggi dan menjadi pusat pengembangan serta pendalaman ilmu pengetahuan agama Islam. Berdasarkan PP tersebut, hari jadi PTAIN ditetapkan pada 26 September 1950. PTAIN dipimpin KH. Muhammad Adnan dengan data jumlah mahasiswa per 1951 sebanyak 67 orang. Pada periode tersebut PTAIN memiliki tiga jurusan, yaitu Jurusan Tarbiyah, Jurusan Qadla (Syari’ah) dan Jurusan Dakwah.
Komposisi mata kuliah pada waktu itu terdiri dari bahasa Arab, Pengantar Ilmu Agama, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tafsir, Hadits, Ilmu Kalam, Filsafat, Mantiq, Akhlaq, Tasawuf, Perbandingan Agama, Dakwah, Tarikh Islam, Sejarah Kebudayaan Islam, Ilmu Pendidikan dan Kebudayaan, Ilmu Jiwa, Pengantar Hukum, Asas-asas Hukum Publik dan Privat, Etnologi, Sosiologi, dan Ekonomi. Mahasiswa yang lulus bakaloreat dan doktoral masing-masing mendapatkan gelar Bachelor of Art (BA) dan Doctorandus (Drs). Komposisi mata kuliah PTAIN tersebut merupakan kajian utama perguruan tinggi Islam yang terus berlanjut sampai masa-masa yang lebih belakangan. Gelar akademik yang ditawarkan juga terus bertahan sampai dengan dekade 1980-an.
Periode ADIA (1957-1960)
Kebutuhan tenaga fungsional bidang guru agama Islam yang sesuai dengan tuntutan modernitas pada dekade 1950-an mendorong Departemen Agama mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta. ADIA didirikan pada 1 Juni 1957 dengan tujuan mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri guna mendapatkan ijazah pendidikan akademi dan semi akademi sehingga menjadi guru agama, baik untuk sekolah umum, sekolah kejuruan, maupun sekolah agama. Dengan pertimbangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan kelanjutan dari ADIA, hari jadi ADIA 1 Juni 1957 ditetapkan sebagai hari jadi atau Dies Natalis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sama seperti perguruan tinggi pada umumnya, masa studi di ADIA adalah 5 tahun yang terdiri dari tingkat semi akademi 3 tahun dan tingkat akademi 2 tahun.
ADIA memiliki tiga jurusan, yaitu Jurusan Pendidikan Agama, Jurusan Bahasa Arab, dan Jurusan Da’wah wal Irsyad yang juga dikenal dengan Jurusan Khusus Imam Tentara. Komposisi kurikulum ADIA tidak jauh berbeda dengan kurikulum PTAIN dengan beberapa tambahan mata kuliah untuk kepentingan tenaga fungsional. Komposisi lengkapnya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Ibrani, Ilmu Keguruan, Ilmu Kebudayaan Umum dan Indonesia, Sejarah Kebudayaan Islam, Tafsir, Hadits, Musthalah Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Tarikh Tasyri’ Islam, Ilmu Kalam/Mantiq, Ilmu Akhlaq/Tasawuf, Ilmu Fisafat, Ilmu Perbandingan Agama, dan Ilmu Pendidikan Masyarakat. Kepemimpinan ADIA dipercayakan kepada Prof. Dr. H. Mahmud Yunus sebagai dekan dan Prof. H. Bustami A. Gani sebagai Wakil Dekan.
Terdapat dua ciri utama ADIA. Pertama, sesuai dengan mandatnya sebagai akademi dinas, mahasiswa yang mengikuti kuliah di ADIA terbatas pada mahasiswa tugas belajar. Mereka diselekasi dari pegawai atau guru agama di lingkungan Departemen Agama yang berasal dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia. Kedua, sesuai dengan mandatnya untuk mempersiapkan guru agama modern, tanggung jawab pengelolaan dan penyediaan anggaran ADIA berasal dari Jawatan Pendidikan Agama (Japenda) Departemen Agama yang pada waktu itu memiliki tugas mengelola madrasah dan mempersiapkan guru agama Islam modern di sekolah umum.
Periode Fakultas IAIN al-Jami’ah Yogyakarta (1960-1963)
Dalam satu dekade, PTAIN memperlihatkan perkembangan menggembirakan. Jumlah mahasiswa PTAIN semakin banyak dengan area of studies yang semakin luas. Mahasiswa PTAIN tidak hanya datang dari berbagai wilayah Indonesia, tetapi juga datang dari negara tetangga seperti Malaysia. Meningkatnya jumlah mahasiswa dan meluasnya area of studies menuntut perluasan dan penambahan, baik dari segi kapasitas kelembagaan, fakultas dan jurusan maupun komposisi mata kuliah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, ADIA di Jakarta dan PTAIN di Yogyakarta diintegrasikan menjadi satu lembaga pendidikan tinggi agama Islam negeri. Integrasi terlaksana dengan keluarnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 1960 tertanggal 24 Agustus 1960 bertepatan dengan 2 Rabi’ul Awal 1380 Hijriyah. Peraturan Presiden RI tersebut sekaligus mengubah dan menetapkan perubahan nama dari PTAIN menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah. IAIN diresmikan Menteri Agama di Gedung Kepatihan Yogyakarta.
IAIN With Wider Mandate
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu IAIN tertua di Indonesia yang bertempat di Ibukota Jakarta, menempati posisi yang unik dan strategis. Ia tidak hanya menjadi "Jendela Islam di Indonesia", tetapi juga sebaga simbol bagi kemajuan pembangunan nasional, khususnya di bidang pembangunan sosial-keagamaan. Sebagai upaya untuk mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama, lembaga ini mulai mengembangkan diri dengan konsep IAIN dengan mandat yang lebih luas (IAIN with Wider Mandate) menuju terbentuknya Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Langkah konversi ini mulai diintensifkan pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA dengan dibukanya jurusan Psikologi dan Pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah, serta Jurusan Ekonomi dan Perbankan Islam pada Fakultas Syari’ah pada tahun akademik 1998/1999. Untuk lebih memantapkan langkah konversi ini, pada 2000 dibuka Program Studi Agribisnis dan Teknik Informatika bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Program Studi Manajemen dan Akuntansi. Pada 2001 diresmikan Fakultas Psikologi dan Dirasat Islamiyah bekerjasama dengan Al-Azhar, Mesir. Selain itu dilakukan pula upaya kerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB) sebagai penyandang dana pembangunan kampus yang modern; McGill University melalui Canadian Internasional Development Agencis (CIDA); Leiden University (INIS); Universitas Al-Azhar (Kairo); King Saud University (Riyadh); Universitas Indonesia; Institut Pertanian Bogor (IPB); Ohio University; Lembaga Indonesia Amerika (LIA); Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Bank BNI; Bank Mu’amalat Indonesia (BMI); dan universitas-universitas serta lembaga-lembaga lainnya.
Langkah perubahan bentuk IAIN menjadi UIN mendapat rekomendasi pemerintah dengan ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 4/U/KB/2001 dan Menteri Agama RI Nomor 500/2001 tanggal 21 Nopember 2001. Selanjutnya melalui suratnya Nomor 088796/MPN/2001 tanggal 22 Nopember 2001, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional memberikan rekomendasi dibukanya 12 program studi yang meliputi program studi ilmu sosial dan eksakta, yaitu Teknik Informatika, Sistem Informasi, Akuntansi, Manajemen, Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Psikologi, Bahasa dan Sastra Inggris, Ilmu Perpustakaan, Matematika, Kimia, Fisika dan Biologi. Seiring dengan itu, rancangan Keputusan Presiden tentang Perubahan Bentuk IAIN menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga telah mendapat rekomendasi dan pertimbangan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI dan Dirjen Anggaran Departemen Keuangan RI Nomor 02/M-PAN/1/2002 tanggal 9 Januari 2002 dan Nomor S-490/MK-2/2002 tanggal 14 Februari 2002. Rekomendasi ini merupakan dasar bagi keluarnya Keputusan Presiden Nomor 031 tanggal 20 Mei Tahun 2002 tentang Perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Periode UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Mulai 20 Mei 2002)
Dengan keluarnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 031 tanggal 20 Mei 2002 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peresmiannya dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Hamzah Haz, pada 8 Juni 2002 bersamaan dengan upacara Dies Natalis ke-45 dan Lustrum ke-9 serta pemancangan tiang pertama pembangunan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui dana Islamic Development Bank (IDB). Satu langkah lagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menambah fakultas yaitu Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (Program Studi Kesehatan Masyarakat) sesuai surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1338/ D/T/2004 Tahun 2004 tanggal 12 April 2004 tentang ijin Penyelenggaraan Program Studi Kesehatan Masyarakat (S1) pada Universitas Islam Negeri dan Keputusan Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam tentang izin penyelenggaraan Program Studi Kesehatan Masyarakat Program Sarjana (S1) pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor Dj.II/37/2004 tanggal 19 Mei 2004.
Sebagai bentuk reintegrasi ilmu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun akademik 2002/2003 menetapkan nama-nama fakultas sebagai berikut:
1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
2. Fakultas Adab dan Humaniora
3. Fakultas Ushuluddin
4. Fakultas Syari’ah dan Hukum
5. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
6. Fakultas Dirasat Islamiyah
7. Fakultas Psikologi
8. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
9. Fakultas Sains dan Teknologi
10. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
11. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
12. Sekolah Pascasarjana
Hingga tahun 2008 wisuda ke-85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menghasilkan alumni lebih dari 50.000 orang, baik lulusan Sarjana Strata Satu (S1) maupun  Sarjana Magister (S2) dan Sarjana Doktor (S3). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terus berupaya menyiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu ilmu terkait lainnya dalam arti yang seluas-luasnya.[]
di kutip dari :
http://www.uijkt.ac.id


HYMNE UIN

Hymne UIN
Ciptaan H Suhadi
do=c4/4
Dinyanyikan dengan penuh khidmat

UIN harumlah namamu
Islam dasar tujuanmu
Menjadi lambang keagungan bangsa
Pengabdi Pancasila
Pembangun jiwa serta penggali
Cita Islam yang hak dan sejati
Citra merdeka dan Pancasila
Bertumpukan darma baktimu
Jayalah Negara, jayalah Bangsa
UIN bakti nyata

AGAMA UNTUK PERDAMAIAN (1)

Agama untuk Perdamaian Dunia (1)

Ditulis oleh Prof Azyumardi Azra MA   
Kamis, 07 Agustus 2014 09:04
Agama untuk perdamaian dunia? Subjek ini telah sering dibahas dalam berbagai forum nasional, regional, dan internasional, tetapi masih saja tetap relevan dikaji dan diperbincangkan. Hal ini tidak lain karena pada kenyataannya di berbagai bagian dunia masih terjadi konflik, kekerasan, terorisme, dan perang atas nama agama.
Kenyataan yang terus berlanjut ini seolah memperkuat wajah agama yang terkesan ambigu sehingga menimbulkan skeptisisme sebagian orang pada agama. Pada satu pihak, ada wajah agama yang mengajarkan perdamaian, harmoni, dan hidup berdampingan di antara umat beragama yang berbeda. Inilah sebenarnya inti dan pokok ajaran agama.
Ajaran agama seperti inilah yang dipegangi mayoritas terbesar umat beragama. Bagian terbesar umat beragama adalah orang-orang pencinta damai yang ingin mengabdikan dirinya melalui penyerahan diri sepenuhnya (submission) kepada Tuhan untuk kemaslahatan diri, keluarga, masyarakat, dan bangsanya.

Tetapi, pada pihak lain, ada wajah agama yang ditampilkan sebagian kecil penganutnya sebagai wajah yang sangar yang menampilkan ketidakrukunan, tensi, konflik, dan bahkan perang. Hal ini karena perbedaan yang ada di antara berbagai aliran dalam satu agama dan apalagi di antara agama berbeda cenderung dijadikan sebagai sumber pertikaian yang sering tidak berujung.
Memandang kedua kenyataan bertolak belakang itu, perbincangan tentang peran agama untuk perdamaian sekali lagi tetap relevan. Kelihatan atas dasar kenyataan itu pula Institute for Cultural Diplomacy (ICD) yang berpusat di Berlin, Jerman, menyelenggarakan "Madrid Symposium of Peace Building and Conflict Resolution". Diselenggarakan pada pekan ketiga Ramadhan 1435 (15-17 Juli 2014) di Madrid, Spanyol, simposium ini mengangkat subtema "The Promotion of World Peace through Interfaith Dialogue and Global Political Discourse".
Penulis Resonansi ini beruntung mendapat tugas dari Dubes RI di Madrid, Yuli Mumpuni Widarso, untuk menyampaikan keynote address dalam Simposium Madrid tersebut. Selain itu, Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida juga menyampaikan makalah kunci dalam simposium yang diselenggarakan di kampus Nebrija Universidad Madrid.
Dari sekian banyak pembicara, salah satu yang amat penting dicatat adalah mantan perdana menteri Spanyol Jose Luis Rodriguez Zapatero. Terpilih dalam pemilu pascapengeboman di stasiun kereta api Madrid (11 Maret 2004), Zapatero memulai pembicaraannya dengan imbauan agar Israel segera menghentikan penggunaan kekerasan di Gaza.
“Uni Eropa harus memberikan tekanan terhadap Israel sehingga memungkinkan terciptanya perdamaian di antara kedua belah pihak." Selain itu, dia mengimbau agar PBB, OKI, dan juga Amerika Serikat mengusahakan perdamaian yang adil.
Zapatero menyatakan, kekerasan dan terorisme yang dilakukan kelompok radikal atas nama agama sama sekali tidak bisa diterima. Bagi dia, semua agama mengajarkan perdamaian dan karena itu, “Semua kita bertanggung jawab untuk menciptakan perdamaian. Umat Kristiani, Muslim, dan Yahudi harus sama-sama berusaha menciptakan perdamaian dengan memperkuat sikap saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai. Dan pada saat yang sama mengisolasi orang-orang dan kelompok ekstremis."
Menurut Zapatero, agama hampir sama dengan ideologi politik yang dapat menimbulkan fanatisme dan radikalisme. “Orang-orang yang memiliki fanatisme agama memercayai bahwa hanya mereka yang memegang kebenaran; dan mereka tidak mau menerima pendapat dan kebenaran orang lain."

Di sinilah Zapatero melihat peran krusial para pemimpin agama. Mereka memainkan peran penting mengajar para pengikutnya untuk saling menghargai, menghormati nyawa manusia, menjunjung tinggi keragaman dan kebebasan beragama. Pada saat yang sama juga mengutuk segala bentuk kekerasan.

Dalam pandangan Zapatero, dialog di antara umat beragama merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian. Seluruh agama dan budaya harus terbuka untuk dialog. “Jika hal ini bisa diciptakan, perdamaian di Timur Tengah, misalnya, tidak lagi utopia."
Zapatero mengakui sektarianisme keagamaan yang kemudian berpadu dengan konflik politik terjadi tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga di kawasan lain di muka bumi ini termasuk di Eropa. Bahkan, Eropa memerlukan waktu berabad-abad untuk dapat menegakkan demokrasi dan perdamaian.

Menyambut keynote speech Zapatero, Dubes RI Yuli Mumpuni mengangkat realitas Indonesia sebagai sebuah negara yang menghormati keberagaman melalui prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu, Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam dialog intra dan antaragama.
Merespons pernyataan Dubes Yuli Mumpuni, Zapatero yang sudah dua kali mengunjungi Indonesia menyatakan kekaguman dan respeknya pada Indonesia. Dia sangat menghargai Indonesia dengan keragamannya, kebebasan beragamanya, dan tingginya kedudukan perempuan.
“Indonesia memiliki budaya yang hebat dengan segala keragamannya. Sedangkan Eropa pada dasarnya homogen yang ternyata malah mudah mengalami fragmentasi. Padahal, masyarakatnya memeluk agama yang pada dasarnya sama," ujar Zapatero.
 

RINCIAN TUGAS POKOK PENYULUH AGAMA

Secara umum tugas pokok Penyuluh Agama adalah melaksanakan dan mengembangkan kegiatan bimbingan/penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama.
Sedangkan secara lebih rinci, masing-masing penyuluh memiliki tugas sesuai dengan jenjang jabatannya:
I. Penyuluh Agama Terampil
- Penyuluh Agama Terampil Pelaksana = 9 butir tugas

- Penyuluh Agama Terampil Pelaksana Lanjutan =11 butir tugas

- Penyuluh Agama Terampil Penyelia = 14 butir tugas

II. Penyuluh Agama Ahli
- Penyuluh Agama Ahli Pertana = 18 butir tugas

- Penyuluh Agama Ahli Muda = 32 butir tugas

- Penyuluh Agama Ahli Madya =34 butir tugas



Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

PENYULUH AGAMA TERAMPIL PELAKSANA

GOL. II/b- II/d

1.      Menyusun rencana kerja operasional.
2.      Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk naskah.
3.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada masyarakat pedesaan.
4.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada kelompok terpencil.
5.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui pentas pertunjukan atau penyuluhan melalui pentas pertunjukan sebagai pemain.
6.      Menyusun laporan mingguan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan.
7.      Melaksanakan konsultasi secara perorangan.
8.      Melaksanakan konsultasi secara kelompok.
9.      Menyusun laporan hasil konsultasi perorangan/kelompok.
PENYULUH AGAMA TERAMPIL LANJUTAN

GOL. III/a-III/b

1.      Mangumpulkan data identifikasi potensi wilayah atau kelompok sasaran; 6 x 0,09
2.      Menyusun rencana kerja operasional; 12 x 0,06
3.      Mengumpulkan bahan materi bimbingan atau penyuluhan; 18 x 0,045
4.      Menyusun konsep materi bimbingan atau penyu¬luhan dalam bentuk naskah; 48 x 0,05
5.      Menyusun konsep materi bimbingan atau penyu¬luhan dalam bentuk poster; 5 x 0,025
6.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan me¬lalui tatap muka kepada masyarakat pedesaan; 208 x 0,035
7.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui pentas pertunjukan sebagai pemain; 2 x 0,02
8.      Menyusun laporan mingguan pelakasanaan bimbingan atau penyuluhan; 52 x 0,02
9.      Melaksanakan kosultasi secara perorangan; 16 x 0,01
10.  Melaksanakan konsultasi secara kelompok; 14 x 0,015
11.  Menyusun laporan hasil konsultasi perorangan/kelompok. 52 x 0,01
PENYULUH AGAMA TERAMPIL PENYELIA

GOL.III/c – III/d

1.      Menyusun rencana kerja operasional; 12 x 0,12
2.      Mengidentifikasi kebutuhan sasaran; 5 x 0,07
3.      Menyusun konsep program; 5 x 0,09
4.      Membahas konsep program sebagai penyaji; 5 x 0,06
5.      Merumuskan program kerja; 5 x 0,06
6.      Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk naskah; 48 x 0,1
7.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan tatap muka kepada masyarakat pedesaan; 208 x 0,07
8.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui pentas pertunjukan sebagai pemain; 4 x 0,04
9.      Menyusun laporan mingguan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; 52 x 0,04
10.  Melaksanakan konsultasi secara perorangan; 11 x 0,02
11.  Melaksanakan konsultasi secara kelompok; 8 x 0,16
12.  Menyusun laporan hasil konsultasi perorangan/kelompok; 52 x 0,02
13.  Mengumpulkan bahan untuk penyusunan petun¬juk pelaksanaan/petunjuk teknis bimbing¬an atau penyu¬luhan; 2 x 0,18
14.  Mengolah dan menganalisis data untuk penyu¬sun¬an petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis bimbingan atau penyuluhan. 2 x 15
PENYULUH AGAMA AHLI PERTAMA

GOL.III/a – III/b

1.      Mengolah data identifikasi potensi wilayah atau kelom¬pok sasaran; 5 x 0,04
2.      Menyusun rencana kerja operasional; 12 x 0,06
3.      Menyusun konsep materi bimbingan atau penyu¬luhan dalam bentuk naskah; 48 x 0,05
4.      Mendiskusikan konsep materi bimbingan atau penyuluhan sebagai penyaji; 48 x 0,03
5.      Merumuskan materi bimbingan atau penyu¬luhan; 48 x 0,03
6.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan tatap muka kepada masyarakat perkotaan; 208 x 0,035
7.      Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan me¬lalui tatap muka kepada kelompok binaan khusus; 25 x 0,03
8.      Menyusun instrumen pemantauan hasil pelak¬sanaan bimbingan atau penyuluhan; 3 x 0,03
9.      Mengumpulkan instrumen evaluasi hasil pelak¬sanaan bimbingan atau penyuluhan; 3 x 0,03
10.  Mengumpulkan data pemantauan/evaluasi hasil pelak¬sanaan bimbingan atau penyuluhan; 3 x 0,09
11.  Menyusun laporan mingguan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; 52 x 0,02
12.  Melaksanakan konsultasi secara perorangan; 38 x 0,01
13.  Melaksanakan konsultasi secara kelompok; 11 x 0,015
14.  Menyusun laporan hasil konsultasi perorangan/kelompok; 52 x 0,01
15.  Menyusun konsep petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis bimbingan atau penyuluhan; 1 x 0,135
16.  Mendiskusikan konsep petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis bimbingan atau penyuluhan sebagai penyaji; 1 x 0,03
17.  Merumuskan petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis bimbingan atau penyuluhan; 1 x 0,09
18.  Menyiapkan dan mengolah bahan/data/informasi tentang arah kebijaksanaan pengembangan bimbingan atau penyuluhan yang bersifat penyempurnaan. 1 x 0,36
PENYULUH AGAMA AHLI MUDA

GOL.III/c – III/d

1.      Menyusun instrumen pengumpulan data potensi wilayah atau kelompok sasaran; 2 x 0,08
2.      Menganalisis data potensi wilayah atau kelompok sasaran; 2 x 0,06
3.      Menyusun rencana kerja tahunan; 1 x 0,09
4.      Menyusun rencana kerja operasional; 12 x 0,12
5.      Mendiskusikan konsep program sebagai pem¬bahas; 6 x 0,06
6.      Menyusun desain materi bimbingan atau penyuluhan; 18 x 0,09
7.      Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk naskah; 48 x 0,1
8.      Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk leaflet; 4 x 0,05
9.      Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk slide; 4 x 0,05
10.  Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk booklet; 3 x 0,09
11.  Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk rekaman kaset; 6 x 0,05
12.  Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk rekaman video/film; 4 x 0,08
13.  Mendiskusikan konsep materi bimbingan atau penyuluhan sebagai penyaji; 48 x 0,06
14.  Merumuskan materi bimbingan atau penyu¬luhan; 48 x 0,06
15.  Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada generasi muda; 20 x 0,08
16.  Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada kelompok LPM; 208 x 0,06
17.  Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui radio; 6 x 0,04
18.  Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui pentas pertunjukan sebagai sutradara; 3 x 0,04
19.  Mengolah dan menganalisa data hasil pemantauan/evaluasi pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; 3 x 0,18
20.  Merumuskan hasil pemantauan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; 3 x 0,09
21.  Merumuskan hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; 0,09
22.  Menyusun laporan mingguan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; 52 x 0,04
23.  Melaksanakan konsultasi secara perorangan; 12 x 0,02
24.  Melaksanakan konsultasi secara kelompok; 6 x 0,18
25.  Menyusun laporan hasil konsultasi perorangan/kelompok; 10 x 0,02
26.  Mengumpulkan bahan untuk penyusunan pedoman bimbingan atau penyuluhan; 3 x 0,18
27.  Mengolah dan menganalisis data bahan penyusunan pedoman bimbingan atau penyuluhan; 3 x 0,15
28.  Mendiskusikan konsep pedoman bimbingan atau penyuluhan sebagai penyaji; 5 x 0,06
29.  Mendiskusikan konsep petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis bimbingan atau penyuluhan sebagai pembahas; 4 x 0,06
30.  Menyiapkan dan mengolah bahan/data/informasi tentang kajian arah kebijaksanaan pengembangan bimbingan atau penyuluhan yang bersifat pembaharuan; 2 x 1,08
31.  Menyiapkan dan mengolah bahan/data/informasi tentang pengembangan metode bimbingan atau penyuluhan yang bersifat penyempurnaan; 2 x 0,36
32.  Menyiapkan dan mengolah bahan/data/informasi tentang pengembangan metode bimbingan atau penyuluhan yang bersifat pembaharuan; 2 x 0,54
PENYULUH AGAMA AHLI MADYA

GOL.IV/a – IV/c

1.      Merumuskan monografi potensi wilayah atau kelompok sasaran; 2 x0,12
2.      Menyusun rencana kerja lima tahunan; 1 x 0,21
3.      Menyusun kerja operasional; 12 x 0,18
4.      Mendiskusikan konsep program sebagai narasumber; 6 x 0,09
5.      Menyusun konsep materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk naskah; 24 x 0,15
6.      Mendiskusikan konsep bimbingan atau penyuluhan sebagai penyaji; 24 x 0,09
7.      Mendiskusikan konsep materi bimbingan atau penyuluhan sebagai pembahas; 6 x 0,09
8.      Mendiskusikan konsep materi bimbingan atau penyuluhan sebagai narasumber; 7 x 0,09
9.      Merumuskan materi bimbingan atau penyuluhan; 24 x 0,09
10.  Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada kelompok cendekia; 104 x 0,09
11.  Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui media televisi; 5 x 0,09
12.  Menyusun laporan mingguan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; 12 x 0,06
13.  Melaksanakan konsultasi secara perorangan; 26 x 0,03
14.  Melaksanakan konsultasi secara kelompok; 12 x 0,03
15.  Menyusun laporan hasil konsultasi perorangan/kelompok; 12 x 0,36
16.  Menyusun konsep pedoman bimbingan atau penyuluhan; 5 x 0,54
17.  Mendiskusikan konsep pedoman bimbingan atau penyuluhan sebagai pembahas; 4 x 0,09
18.  Mendiskusikan pedoman bimbingan atau penyuluhan sebagai nara sumber; 4 x 0,09
19.  Merumuskan pedoman bimbingan atau penyuluhan; 5 x 0,27
20.  Mendiskusikan petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis bimbingan atau penyuluhan sebagai narasumber; 2 x 0,09
21.  Menyusun kerangka acuan tentang kajian arah kebijaksanaan pengembangan bimbingan atau penyuluhan yang bersifat penyempurnaan; 2 x 1,62
22.  Menganalisis data dan informasi dan merumuskan kajian arah kebijakan pengembangan bimbingan atau penyuluhan yang bersifat pembaharuan; 3 x 1,62
23.  Menyusun kerangka acuan tentang kajian arah kebijakan pengembangan bimbingan atau penyu¬luhan yang bersifat pembaharuan; 1 x 2,4
24.  Menganalisis data dan informasi dan merumuskan kajian arah kebijakan pengembangan bimbingan atau penyuluhan yang bersifat pembaharuan; x 2,4
25.  Menyusun kerangka acuan tentang pengem¬bangan metode bimbingan atau penyuluhan yang bersifat penyempurnaan; 1 x 0,81
26.  Menganalisis data dan informasi dan merumuskan pengembangan metode bimbingan atau penyuluhan yang bersifat penyempurnaan; x 0,81
27.  Menyusun kerangka acuan tentang pengembangan metode bimbingan atau penyuluhan yang bersifat pembaharuan; 1 1,2
28.  Menganalisis data dan informasi dan merumuskan pengembangan metode bimbingan atau penyuluhan yang bersifat pembaharuan; 1 x 1,2
29.  Menyusun tafsir tematis sebagai bahan bimbingan atau penyuluhan yang bersumber dari kitab suci; 1 x 3,51
30.  Menyusun tafsir tematis sebagai bahan bimbingan atau penyuluhan yang bersumber dari hadis; 2 x 2,49
31.  Menyusun tafsir tematis sebagai bahan bimbingan atau penyuluhan yang bersumber dari kitab keagamaan; 4 x 9
32.  Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang penyuluhan agama; 1 x 4
33.  Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan-bahan lain di bidang penyuluhan agama; 1 x 7
34.  Membimbing Penyuluh Agama yang berada di bawah jenjang jabatannya; x 0,02