Rabu, 17 September 2014

PEMIKIRAN, PEMBAHARUAN ISLAM MUHAMMAD ABDUH




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

            Sejarah telah mencatat puncak kejayaan peradaban Islam dicapai pada masa Daulah Abbasiyyah, namun sesudah itu, yakni setelah keruntuhan Daulah Abbasiyyah akibat serangan tentara Mongol ke Baghdad, secara perlahan peradaban Islam terus mengalami kemunduran. Puncaknya, menjelang abad 18 M, peradaban Islam benar-benar mengalami kemunduran dan kemerosotan secara universal. Bersamaan dengan itu, umat Islam di dunia mengalami nasib yang sangat buruk, sebagai bangsa-bangsa yang terjajah oleh bangsa-bangsa Barat (Eropa). Negara-negara yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Islam, pada saat itu telah menjadi daerah jajahan bangsa-bangsa Eropa.
            Kenyataan bahwa ummat Islam sebagai bangsa-bangsa yang tertindas semakin diperburuk oleh eksploitasi kekayaan Islam oleh bangsa-bangsa Eropa itu, sehingga umat Islam benar-benar terpuruk pada posisi yang sangat lemah dalam segala aspek kehidupan. Kenyataan semacam inilah yang barangkali telah mendorong para politisi, pemimpin dan ilmuwan Islam pada masa itu, untuk mulai memperhatikan dan menyelidiki rahasia keunggulan bangsa-bangsa Barat. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman para pelajar ke Eropa, penterjemahan buku-buku ilmu pengetahuan barat, dan usaha-usaha penerapan konsep-konsep pemikiran barat ke dalam dunia Islam.
            Usaha untuk membangun kembali peradaban Islam dengan mengadopsi pemikiran barat tanpa seleksi dan tanpa koreksi, ternyata tidak membuahkan hasil, bahkan membuat ummat Islam semakin terpuruk dan terperosok di bawah kekuasaan bangsa-bangsa Barat itu. Selain itu tentu saja ada faktor-faktor internal yang mempengaruhi kemunduran ummat Islam. Para tokoh kebangkitan Islam menyebutkan empat sebab utama kemunduran kaum muslimin. Pertama, erosi nilai-nilai Islam dan tidak pedulinya pemerintah untuk menerapkan peraturan sosio-ekonomi dan etika Islam. Kedua, sikap diam dan kerja sama lembaga ulama dengan pemerintah yang pada hakikatnya tidak Islami. Ketiga, korupsi dan sikap zhalim kelas penguasa dan keluarganya. Keempat, kerja sama kelas penguasa dengan, dan ketergantungan pada, kekuatan-kekuatan imperialis yang tidak Islami (Rahnema, 1998: 11). Kesadaran terhadap kenyataan tersebut medorong para tokoh pembaharuan untuk mengobarkan semangat kaum muslimin, berjuang meraih kembali kejayaannya.
            Makalah ini akan mengemukakan salah satu figur dan tokoh pembaharu dari Mesir, yakni Al-Syaikh Muhammad Abduh. Selain riwayat hidup dan perjuangannya, akan dibahas tentang ide-ide pembaharuan dan pemikirannya dalam berbagai aspek kehidupan, dalam upayanya membangkitkan ghirah dan semangat kaum muslimin, untuk merintis kembali kejayaan dan membebaskan diri dari penindasan bangsa-bangsa Eropa.


1.2  Rumusan Masalah
Setiap  penelitian pada awalnya karena adanya masalah. Masalah penelitian timbul karena adanya tantangan, kesangsian, atau kebingngan terhadap sesuatu hal atau permasalahan.
Penyusunan makalah ini berusaha menjawab pertanyaan yang dirumuskan sebagai berikut:
     
      1. Riwayat hidup dan perjuangan Muhammad Abduh
      2. Ide-ide Pembaharuan dan Pemikiran Muhammad

1.3  Tujuan dan Penggunaan
Tujuan:
Seperti yang tersirat pada rumusan masalah diatas, makalah ini bertujuan untuk :
Mengetahui


      1. Riwayat hidup dan perjuangan Muhammad Abduh
      2. Ide-ide Pembaharuan dan Pemikiran Muhammad

Kegunaan:
Diharapkan makalah ini dapat meberikan manfaat bagi:
 Mahasiswa khusunya, dan Dosen, hasil makalah ini bisa menjadi masukan dan pengetahuan serta menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya dan dosen dalam memahami dan mempelajari Pemikiran Modern Dalam Islam.
Khazanah Ilmu pengetahuan , hasil  dari makalah ini, diharapakan bisa menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan
Ilmu pengetahuan.


1.4  Metode Penyusunan

Landasan penulis dalam memperoleh kesimpulan  yang diharapkan, diperlukan metode yang tepat dalam penyusunan makalah. Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka, yaitu “suatu usaha pengumpulan data dan informasi dengan  satuan bemacam-macam  material yang terdapat diruang perpustakaan dan media internet”.
      Tentunya dengan harapan bahwa pengumpulan data melalui studi pustaka yang penulis gunakan  dapat memperoleh teori-teori atau pendapat para ahli ilmu Pemikiran Modern Dalam Islam tentang pembahasan di atas.


1.4  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai salah satu bahan untuk menambah wawasan tentang  Ilmu pengetahuan
2.      Sebagai sumber Ilmu pengetahuan tentang mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Riwayat hidup dan perjuangan Muhammad Abduh
      Muhammad Abduh lahir pada Tahun 1849, tetapi ada yang mengatakan ia lahir sebelum tahun itu, yaitu disekitar tahun 1845, di desa Mahillah (Mesir) dan wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh Ibn Hasan Khairillah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa turki, dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar Ibn Khatab, khalifah kedua ( Khulafaurasyidin).[1]
      Bapak Muhammad Abduh menikah dengan Ibunya sewaktu merantau dari desa ke desa itu dan ketika ia menetap di Mahallah Nasr, Muhammad Abduh masih dalam ayunan dan gendongan ibunya, Muhammad Abduh  lahir dan menjadi dewasa  dalam lingkungan desa dibawah asuhan ibu bapak yang tak adan hubunganya dengan didikan sekolah, teteapi mempunyai jiwa keagamaan yang teguh. Muhammad Abduh disuruh belajar menulis dasn membaca agar kemudaian dapat membaca dan mengahafalkan Al Quran. Setelah mahir membaca dan menulis ia pun disaerahkan kepada satu guru untuk dilatih menghafal Al Quran ia dapat menghafalnya dalam masa 2 tahun. Kemudian ia dikirim ke tanta untuk belajar agama di masjid Syekh Ahmad di tahun 1862. Setelah 2 tahun belajar bahasa arab, Nahwu, Sorof, Fiqh dan sebagainya, ia merasa tak mengerti apa-apa tentang pemahaman ini, Muhammad Abduh mengatakan :
“Satu setengah tahun saya belajar di masjid Syekh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun. Ini adalah karena metodenya yang salah, guru-guru mulai mengajak kita dengan menghafal istilah-istilah tentang nahwu dan fiqh yang tidak ketahui artinya. Guru-guru tak merasa penting apa kita mengerti atau tidak mengerti arti-arti istilah itu.”[2]
Metode yang di pakai pada waktu itu ialah metode menghafal luar kepala. Pengaruh metode ini masih terdapat dalam zaman kita sekarang terutama di sekolah-sekolah agama. Karena tidak puas dengan metode menghafal luar kepala ini, Muhammad Abduh akhirnya lari dan meninggalkan pelajarannya di Tanta. Ia pergi bersembunyi di rumah salah satu pamannya tetapi setelah tiga bulan di sana di paksa kembali pergi ke tanta. Karena yakin bahwa belajar itu tidak akan membawa hasil baginya, ia pulang ke kampungnya dan berniat akan bekerja sebagai petani di tahun 1865 sewaktu ia baru berumur 16 tahun ia pun menikah.
      Tapi nasibnya rupanya akan menjadi orang besar. Niatnya untuk menjadi petani itu tak dapat diteruskanya. Baru saja 40 hari menikah, ia dipaksa orang tuanya kembali belajar ke Tanta. Ia pun meninggalkan kampungnya, tapi bukan pergi ke Tanta malah bersembunyi lagi di rumah salah satu pamanya. Dan disini ia bertemu dengan seorang yang mengubah jalan riwayat hidupnya. Orang itu bernama Syekh Darwisy Khadr, paman dari ayah Muhammad Abduh. Syekh Darwisy Khadr telah pergi merantau keluar Mesir dan belajar agama Islam dan Tasawuf (Tarekat Syadli) di Libia dan Tripoli. Setelah selesai pelajaranya ia kembali ke kampung. Syekh Darwisy kelihatanya tahu akan keengganan Muhammad Abduh untuk belajar, maka ia selalu membujuk pemuda itu supaya membaca buku bersama-sama.[3]
      Dengn bimbingan pamannya Muhammad Abduh kembali mencintai ilmu pengetahuan dan kembali ke perguruan Tanta. Setelah belajar di tanta pada tahun 1866 ia meneruskan ke perguruan tinggi Al Azhar di Kairo, dan disinilah dia bertemu dan berkenalan dengan Sayid Jamaluddin Al Afgani. Ketika Jamaluddin Al Afgani datang ke Mesir pada tahun 1871 M. Untuk menetap di Mesir, Muhammad Abduh menjadi muridnya yang paling setia. Ia belajar filsafat dibawah bimbingan Al Afgani dasn dimasa inilah ia mulai membuat karangan untuk harian Al Ahram yang pada saat itu baru didirikan. Pada tahun 1877 studinya di Al Azhar dengan hasil yang sangat baik dan mendapat gelar alim. Kemudian ia diangkat menjadi dosen Al Azhar di samping itu ia mengajar di Universitas Darul’Ulum. Karena hubungannya dengan Jamaluddin Al Afgani yang di tuduh mengadakan gerakan menentang Khadewi Taufik, maka Muhammad Abduh yang juka dipandang turut ikut campur dalam persoalan ini dibuang keluar kota Kairo, tetapi setahun kemudian di tahun 1880 M ia dibolehkan kembali ke ibu kota dan kemudian di angkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir yang bernama Al Waqa’il Mishriyah,  yang dibantu oleh Sa’ad Zaglul Pasya, yang kemudian ternyata menjadi pemimpin Mesir yang termasyhur. Dengan majalah ini Muhammad Abduh mendapat kesempatan  yang lebih luas menyampaikan ide-idenya, melalui artikel-artikelnya yang hangat dan tinggi nilainya tentang ilmu agama, filsaaafat, kesusastraan, dll. Ia juga mempunyai kesempatan mengadakan kritikan terhadap pemerintah tentang nasib rakyat, dan pengjaran di mesir.[4]

2.2 Ide-ide Pembaharuan dan Pemikiran Muhammad Abduh
      Pertama, aspek Kebebaasan, antara lain: dalam usaha memperjuangkan cita-cita pembaharuannya, Muhammad Abduh berbeda dengan gurunya Jamaluddin al- Afghanibyang menghendaki Pan- Islamisme bahkan secara revolusi, akan tetapi Muhammad Abduh memperkecil ruang lingkupnya, yaitu Nasionalisme Arab saja dan dititikberatkan pada pendidikan. Kesadaran rakyat bernegara dapat di sadarkan melalui pendidikan, surat kabar, majalah, dan sebagainya.
      Kedua, aspek  Kemasyarakatan, antara lain, usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-dasar pendidikan yang demikian akan membawa kepada seseorang untuk mngetahui siapa dia dan siapa yang menyertainya. Dalam hal perkawinan Muhammad Abduh pada dasarnya Monogami, sedangkan ayat 3 surat an-Nisa membolehkan poligami di ikat dengan syarat adil yang tidak mungkin dilaksanakan oleh seorang manusia.[5]
      Ketiga, aspek Keagamaan, dalam persoalan ini Muhammad Abduh tidak menghendaki adanya Taqlid, guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu dibuka. Oleh karena itu tujuan pembaharuan Muhammad Abduh disamping membebaskan dari taqlid adalah membuka kembali pintu ijtihad, dengan bersemangat sehingga sampai berpendapat, bahwa zahir nash yang bertentangan dengan akal manusia yang sehat. Dan wajarlah dari pendapat tersebut, maka ia mengatakan bahwa agama dan ilmu tidak ada pertentangan, al-quran bukan saja sesuai dengan ilmu pengetahuan tapi bahkan mendorong semangat umat islam untuk mengembangkannya.
      Keempat, aspek Pendidikan, antara lain, Al- Azhar mendapat perhatian perbaikan, demikian juga Bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup mendapat perhatiannya.
Menurut Muhammad Abduh Bahasa Arab perlu di hidupkan dan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini ada kaitannya dengan metode pendidikan. System menghafal di luar kepala perlu diganti dengan system penguasaan dan penghayatan materi yang dipelajari. System madrasah yang lama akan mengeluarkan ulama-ulama tanpa memiliki pengetahuan modern dan sekolah-sekolah pemerintah yang tidak memiliki pengetahuan-pengetahuan agama yang cukup. Untuk itu Muhammad Abduh menyarankan menambah pengetahuan umum pada madrasah-madrasah dan menambah pengetahuan agama pada sekolah-sekolah umum, sehingga jurang pemisah yang mungkin timbul antara dua lembaga pendidikan itu akan dapat ditanggulangi.[6] 

      Disisi lain tujuan pendidikan yang ingin dicapai Muhammad Abduh adalah tujuan pendidikan yang luas, yang mencakup aspek akal (kognitif) dan aspek spiritual (afektif). Aspek kognitif untuk menanamkan kebiasaan berfikir, dan dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara yang berguna dan yang membawa mudharat. Aspek afektif untuk menanamkan akhlak yang mulia dan jiwa yang bersih. Dengan pendidikan spiritual diharapkan moral yang tinggi akan terbentuk, sehingga sikap-sikap yang mencermnkan kerendahan moral dapat terhapuskan. Dengan tujuan pendidikan yang demikian, Muhammad Abduh menginginkan terbentuknya pribadi-pribadi yang utuh, yang mempunyai struktur jiwa yang seimbang, yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual tetapi juga memiliki kecerdasan spiritual. Ia berkeyakinan jika akal dicerdaskan dan jiwa dididik dengan akhlak agama, maka ummat Islam akan dapat berpacu dengan Barat dalam menemukan ilmu pengetahuan baru dan dapat mengimbangi mereka dalam kebudayaan (Lubis, 1993: 156).[7]

      Kelima aspek Politik, Pada usia 23 tahun, Muhammad Abduh berkenalan dengan Al-Afghani, dan darinya ia belajar melihat agama dan ajaran Islam dengan pandangan baru yang berbeda dari apa yang telah dipahami sebelumnya. Oleh Al-Afghani ia dperkenalkan dengan karya-karya penulis barat yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan diperkenalkan pula dengan masalah-masalah sosial dan politik yang tengah dihadapi oleh masyarakat Mesir serta ummat Islam pada umumnya. Pada tahun 1880 Muhammad Abduh diangkat menjadi pemimpin majalah resmi Al-Waqa’i Al-Mishriyyah, yang di bawah pimpinannya berubah menjadi corong Partai Liberal (Sjadzali, 1993: 120). Keterlibatannya dalam pemberontakan ‘Urabi Pasya menyebabkan dia diasingkan dari Mesir pada tahun 1882. Pengasingan itu menyebabkan terhentinya karir sebagai guru, tetapi dari tempat pengasingannya di Paris, semangatnya melancarkan kegiatan politik dan dakwah kian bertambah, bukan hanya ditujukan kepada masyarakat Mesir tetapi kepada penganut Islam di dunia. Bersama-sama dengan Al-Afghani ia menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan Al-‘Urwat Al-Wutsqa. Ide yang di sebarkan gerakan tersebut tetap sama, yaitu mengobarkan semangat  ummat Islam untuk bangkit melawan kekuasaan Barat (Lubis, 1993: 116).[8] 























BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
     
            Muhammad Abduh kecil tumbuh sebagai anak yang cerdas tetapi terkesan agak malas belajar. Hal ini karena rasa tidak puasnya terhadap metode pembelajaran pada masa itu, yang pada umumnya hanya mengutamakan hapalan tanpa memperhatikan aspek pemahaman. Pertemuannya dengan Syaikh Darwisy dan Jamal Al-Din Al-Afghani  dapat membangkitkannya kembali semangatnya untuk belajar. Setelah menamatkan pendidikannya di Al-Azhar pada tahun 1877, ia segera mengawali karirnya sebagai guru di almamaternya dan di Dar Al-‘Ulum, lembaga pendidikan yang baru didirikan pada waktu itu. Karena sikap politiknya yang dianggap terlalu keras oleh pemerintah Mesir, pada tahun 1879 ia diberhentikan dari jabatan guru. Namun pada tahun 1880 segera diaktifkan kembali oleh perdana menteri dan diangkat sebagai editor kepala pada surat kabar resmi pemerintah Mesir Al-Waqai’u Al-Mishriyyah.
            Keterlibatannya dalam politik praktis (pemberontakan ‘urabi Pasya) menyebabkan ia diasingkan dari Mesir pada tahun 1882. Dalam pengasingan semangat jihadnya semakin membara, kegiatan politik dan dakwahnya tidak hanya ditujukan kepada rakyat Mesir, bahkan kepada penganut Islam di seluruh dunia. Di Paris, bersama Al-Afghani ia menerbitkan majalah Al-‘Urwat Al-Wustsqa. Ide dan semangat gerakannya adalah, membangkitkan semangat ummat Islam di seluruh dunia untuk melawan kekuasaan Barat. Ketika Majalah ini berikut organisasinya bubar, ia segera kembali ke Bairut. Di sana ia menghentikan segala kegiatan politiknya dan memusatkan perhatian dalam kegiatan mengajar. Setelah selesai masa pembuangannya pada tahun 1888 ia segera kembali ke Kairo (Mesir), dan di sini semangat jihadnya diwujudkan dengan memanfaatkan jabatan-jabatan yang diterimanya untuk melakukan upaya-upaya pembaharuan dalam berbagai bidang kehidupan. Jabatan terakhir yang diterimaya adalah sebagai Mufti Agung di Mesir,dan dia menduduki jabatan ini higga akhir hayatnya pada tahun 1905.
            Ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh pada dasarnya dilatarbelakangi oleh semangat memerangi paham jumud yang mewabah dalam lingkngan kehidupan ummat Islam pada waktu itu, dan semangat untuk melawan hegemoni Barat yang dianggapnya mengancam eksistensi Islam di seluruh dunia. Menurutnya kedua hal itulah yang menjadi penyebab kemunduran ummat Islam, dan jalan bagi kebangkitan Islam adalah melawan kejumudan, meninggalkan taklid yang membabi buta, dan melawan kekuasaan Barat dengan mendasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah RasulNya. Rasionalitas (penonjolan akal), menjadi ciri utama dalam karya-karyanya, baik dalam penafsiran Al-Qur’an maupun ijtihad-nya dalam berbagai lapangan kehidupan. Dia berpendapat bahwa ajaran agama (Islam) hanya dapat dipahami melalui pembuktian akal (logika), dan kalaupun ada yang sulit dipahami dengan akal tetapi tidak bertentangan dengan akal.  

3.1 Daftar Pustaka

Asuni, H.M. Yusran, Drs., Pengantar Study Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995.
Nasution, Prof. Dr., Harun, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran Dan Gerakan), Bulan Bintang, Jakarta, 2011.





[1] Drs. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 78.
[2] Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 2011) hlm 50. Mengutip  dari T. al-Tanahi, ed, Mudzakirat al- Imam Muhammad Abduh (Kairo : Darrr al-Hilal, t.t.),hlm. 29.
[3]  Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 2011) hlm 50. Mengutip  dari T. al-Tanahi, ed, Mudzakirat al- Imam Muhammad Abduh (Kairo : Darrr al-Hilal, t.t.),hlm. 29.
[4]  Drs. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 79.
[5] Drs. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 80. Mengutip dari Syekh Muhammad Abduh, Tafsir al- Manar, IV, Darul Manar, Mesir, 1373, hlm. 349.

[6] Drs. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 82. Mengutip dari Dr. Harun Nasution, op. cit, hlm. 66.
[7]  Mengutip dari artikel, Ribut Purwo Juono S.Ag., M.Pd.I, dengan alamat blog : http://pembaharuan.islamidn.wordpress.com.
[8]  Mengutip dari artikel, Ribut Purwo Juono S.Ag., M.Pd.I, dengan alamat blog : http://pembaharuan.islamidn.wordpress.com.