Tidak ada orang yang ujug-ujug gemar menulis. Seseorang
pasti melaui proses panjang/pendek agar cinta menulis. Bila kita menginginkan
anak, teman, istri atau kita sendiri agar suka menulis maka kita harus tahu
bagaimana cara menstimulus hasrat menulisnya. Tanpa melakukan ikhtiar
ini, tapi langsung meminta atau bahkan memaksa anak/orang lain untuk gemar
menulis maka itu sebuah ‘penyiksaan’ yang bisa berdampak buruk.
Lantas, bagaimanakah cara menstimulus hasrat menulis yang
efektif?
Hasrat (menulis) amat berbeda dengan makan, tidur, dan
kebutuhan fisik lainnya. Kebutuhan fisik (hajatul-udhawiyah) muncul dari
internal tubuh. Manusia merasakan kebutuhan makan saat ia lapar sebab adanya
kebutuhan organ tubuhnya pada zat-zat yang terkandung di dalam makanan. Ia juga
merasakan kebutuhan akan tidur atau istirahat setelah iamengantuk, terlalu
lelah, dan organ tubuhnya tidak mampu berfungsi (baik) bila ia tidak tidur atau
istirahat.
Pemenuhan kebutuhan jasmani adalah sebuah keharusan. Kalau
tidak terpenuhi, akan mengantarkan manusia pada kerusakan dan bahkan berakhir
pada kematian. Orang yang lapar, misalnya, bila ia tidak makan terus-menerus
akan menyebabkan ia lemas, tidak bertenaga, dan lama kelamaan ia mati
kelaparan.
Adapun hasrat adalah naluri (gharizah), yang muncul
dari faktor eksternal. Misalnya, saat seorang pemuda melihat gadis cantik maka
bangkitlah rasa cinta terhadap lawan jenisnya, salah satu penampakan naluri
seksualnya. Ketika ia melihat mayat maka bangkitlah pemikirannya tentang
kelemahannya, salah satu penampakan naluri beragama. Begitu pula, ketika ia
melihat seorang penulis sukses dan mendapatkan harta yang banyak maka
bangkitlah rasa ingin untuk bisa meneladaninya, sebagai salah satu penampakan
naluri mempertahankan diri.
Pemenuhan kebutuhan naluri bukanlah suatu keharusan. Apabila
hal itu tidak terpenuhi, tidak menyebabkan manusia binasa atau mati. Kebutuhan
naluri (saat muncul) hanya akan bikin galau atau risau. Bahkan, kebutuhan
naluri bisa dialihkan dengan cara melupakannya atau sibuk dengan hal-hal lain.
Begitu pula, hasrat menulis bisa hilang bila kita mampu move on.
Sehingga, tidak menyebabkan apa-apa, tidak bikin pathek’en apalagi
binasa.
Karena itu, hasrat menulis bisa dibangkitkan dengan
menghadirkan rangsangannya. Semakin kuat rangsangannya akan menyebabkan semakin
tinggi hasrat menulis dan tingkat kegalauannya sehingga semakin besar
dorongannya untuk menulis dan terus berkarya.
Bila rangsangannya melemah atau menghilang, maka membuat
hasrat menulis kecil dan hilang pula. Tidak bikin galau ataupun loyo. Betapa
banyak orang berminat menulis, tapi ya sekadar minat. Tak lama kemudian mereka
dengan ‘bahagia’ melupakannya. Karenanya, menurut Arswendo,
seseorang tidak cukup sekadar kepingin menulis untuk dapat menghasilkan karya
(buku) tapi harus B3, yaitu Butuh Banget Berprestasi (need for achievement).
Dengan begitu, kita harus berikhtiar untuk terus menstimulus
hasrat menulis (bagi diri sendiri, istri/suami, anak, dsb) bila kesuksesan
melahirkan tulisan yang diinginkan. Ikhtiar yang bisa ditempuh di antaranya
adalah:
Pertama, suka ketemu penulis, baik secara personal maupun di
komunitas penulis. Stimulus paling efektif bagi anak agar gemar menulis adalah
teladan orangtua atau orang dekat lainnya. Selain kesukaannya meniru, seorang
anak juga akan mendapatkan bimbingan yang lebih baik dari mereka yang sudah
menulis. Bergaul dengan penulis dan segala interaksi di komunitas penulis juga
cukup efektif untuk menjaga kestabilan hasrat menulis, selain untuk memunculkan
isnpirasi dan mempertajam teknik menulis.
Kedua,
suka ke toko buku, perpustakaan dan bazar buku. Hasrat
menulis seseorang bisa tumbuh dari intensitas interaksinya dengan buku hingga
ia mencintainya dan ingin menciptakannya pula. Penulis sukses umumnya seorang
pembaca yang baik. Cintanya terhadap buku pada akhirnya diartikulasikan pada
buku pula melalui tulisan-tulisannya.
Ketiga, suka menghadiri momentum literasi seperti bedah buku,
penganugerahan hadiah kepada penulis terbaik (misalnya Khatulistiwa Literary
Award), konferensi penulis (cilik), Indonesia book fair ataupun Islamic
book fair. Faktor ini juga dapat memacu gairah menulis.
Keempat, menghadirkan segala sesuatu
lainnya yang dapat merangsang hasrat menulis, seperti tersedianya sarana
menulis yang menarik, pelatihan menulis yang mengasyikkan, adanya lomba atau tantangan menulis yang
menggiurkan, dan gemar membaca yang memberdayakan.
Demikianlah poin-poinnya. Tentunya masih ada hal-hal lain
yang senantiasa kita gali untuk menumbuhkan hasrat menulis. Bahkan yang
sifatnya ‘kebetulan’ juga ada, seperti kebetulan dapat pekerjaan di penerbitan
yang lama-kelamaan menjadi penulis (senang menulis). Kebetulan dapat istri/suami
penulis yang pada gilirannya ikutan menulis. Dan, kebetulan-kebetulan lainnya.
Namun, bilakah kita menunggu kebetulan? Sementara kita merasa jalan ini baik
bagi kita atau anak kita. Inilah sebuah ikhtiar menstimulus hasrat menulis.
Semoga bermanfaat. Salam.
Di kutip dari Web : www.pesantrenpenulis.com
[] Oleh: Hanjaeli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar