A. Pendahuluan
Falsafat atau filsafat adalah
merupakan kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu philosophia sebagai
gabungan dari philein yang berarti ”cinta“ dan shoppos yang berarti “hikmah“.
Kemudian philosophia masuk kedalam bahasa arab menjadi Falsafat yang berarti
cara berfikir menurut kogika dengan bebas, sedalam –dalamnya sampai kepada
dasar persoalan.
Dari segi praktisnya berfilsafat
berarti “berfikir“ . filsafat berarti “alam fikiran“ atau “alam berfikir”.
Namun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat.Sidi Gazalba
mengartikan “berfilsafat“ berarti mencari kebenaran untuk kebenaran tentang
segala sesuatu yang dimasalahkan,berfikir secara radikal, sistematis,dan
universal. Dapatlah dikatakan bahwa intisari filsafat ialah berfikir secara
logika dengan bebas ( tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama ) dan dengan
sedalam – dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar persoalan.
Agama yang berarti menguasai diri
seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada tuhan dengan menjalankan ajaran
agama. intisari yang terkandung didalamnya adalah “ ikatan “. Agama mengandung
arti ikatan – ikatan yanag harus dipegang dan dipatuhi manusia. Karena
mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan ikatan itu, mempunyai kekuatan
gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.
Filsafat bagi al-kindi ialah
pengetahuan tentang yang benar. Disinilah terdapat persamaan filsafat dan
agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar apa yang baik.demikian
halnya filsafat. Agama, disamping wahyu, mempergunakan akal,dan filsafat juga
menggunakan akal. Yang benar pertama bagi al-kindi ialah Tuhan dan filsafat
yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Bahkan al-kindi berani
mengatakan bagi orang yang menolak filsafat, telah mengingkari kebenaran, dan
menggolongkannya kepada “kafir”, karena orang – orang tersebut telah jauh dari
kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar. Karena keselarasan antara
filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan:(1) ilmu agama merupakan bagian
dari filsafat, (2) wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat
saling bersesuaian dan,(3) menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam
Agama.
B
pembahasan
a.Sejarah
hidupnya
Namanya
lengkapnya adalah Abu yusup Ya’qub bin ishaq bin sabah bin imran bin ismail bin
muhamadh bin al-ay’ats bain qais al-kindi. Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn
Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-KindiKeturunan Suku
Kindah Ia lahir di kufah sekitar 185H(801) dari keluarga kaya dan terhormat
kakek buyutnya,Al-Ay’ts ibn qais adalah sahabat nabi yang gugur bersama sa’ad
bin abi waqas dalam peperangan antara kaum muslimin dengan Persia di Irak.
Sedangkan . Ayahnya – Ishaq bin
Shabah – A/Emir (Gubernur) Kuffah pada zaman Khalifah Daulah Abbasiyah dipimpin
Muhammad bin Mansur al-Mahdi (775-785M), Abu Muhammad Musa bin al-Mahdi al-Hadi
(785-786 M) dan Harun al-Rasyid (786-809 M).Ishaq bin Shabah keturunan langsung
dari al-Ash‘ath b. Qays (Kepala Suku Kindah), sahabat Nabi Muhammad SAW.
Pendidikan pada waktu kecil tidak diketahui. Ada riwayat
yang menerangkan bahwa al-kindi pelajar di Basra dan bagdad. Ia termasuk cerdas
, menguasai bahasa yunani dan bahasa suryani di samping bahasa arab, seatu yang
berlebihan dan jarang yang dimimiliki orang masa itu. Ia hidup pada masa
dinasti abasiyah,yaitu Al-Amin(813-813), Al-Ma’mun
(813-833)al-mu’tasim(833-842).awas’siq(842- 847) dan al-mutwakil(847-861).
Kelibihan-kelibihan yang dimiliki al-kindi menyebabkan dirinya sebagai diangkat
sebagai guru dan tabib kerajajan.
Al-kindi
dikenal sebagi filusuf muslim yang pertama karena ia orang isalm yang pertama
memdalami ilmu-ilimu fiiilsafat. Hinga abad ke-2H / 7 M,imu filsafat masih
didominasi orang-orang Kristen suriah. Dikenal sebagai seorang penerjermah
,al-kindi juga menyimpulkan karya-karya filsafat hinelenisme. Bahkan ia dikenal
sebagagai pemikir muslim yang pertama yang meghubungkan dan menyelaraskan
filsafat dan agama. Dia dikenal sebagai “filosof Arab” atau “filosof Islam”. Dan menjadiTokoh “objektivisme Arab Pertama” tentang masalah ketuhanan (al-Rububiyah),
terutama karena pendapat Aristoteles dan Plotinus yang menafsirkan pendapat
Aristoteles soal konsep Tuhan.
Karya-karya
al-kindi berjumlah 270 buah,kebanyakan di antara berupa risalah-risalah pendek dan banyak diantara sudah tidak
ditemukan lagi. Melalui karya-karyanya,al-kindi
dapat diketahui sebagi orang yang
beilmu pengetahuan luas dan mendalam.
Karya-karyanya diantara antara lain di kelopokan dalam bidang
filsafat,logika,ilmu hitung musik ,astronomi ,geometri,astrologi,dialetika
,piskologi , politik,dan metrologi. Karya-karya tersebut banyak yang di
terjemahkan kedalam basa-bahasa eropa,sehinga karya-karnya banayak turut
mempengaruhi pemikiran orang-orang eropa
pada abad pertengahan.
Diantara buku-
bukunya al-kindi sebagai beikut:
Fi al-Qawl fi an-Nafs (Pendapat tentang Jiwa);
Kalam fi an-Nafs (Pembahasan tentang Jiwa);
Mahiyah an-Nawm wa ar-Ru’ya (Substansi Tidur dan Mimpi);
Kemudian dibukukan Rasa’il al-Kindi
al-Falsafiyah.
Fi al-’Aql (Tentang Akal);
Al-Hilah li Daf’i al-Ahzan (Kiat Melawan Kesedihan);
Kemudian diterbitkan Rasa’il Falsafiyah li
al-Kindi wa al-Farabi wa Ibn Bajah wa Ibn ‘Arabi;
Kitâb al-Kindi ilâ al-Mu‘tashim Billah fî
al-Falsafah al-Ûlâ;
Kitâb fî Annahû lâ Tanâlu al-Falsafah Illâ bi
al-‘Ilm al-Riyâdhiyyah (Tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali
dengan ilmu pengetahuan dan matematika);
Kitâb al-Falsafah al-Dâkhilah al Masâ’il
al-Manthîqiyyah wa al-Muqtashshah wa Mâ Fauqa al-Thabi‘iyah (tentang filsafat yang diperkenalkan, logika, dan metafisika),
Sebenarnya
,tidak ada kepastian tangal kelahiran ,kematian,dan siapa-sia yang pernah
menjadi gurunya. L. Massignon mengatakan bahwa al-kindi wafat
sekitar 246 H (860 M). C. Nalino menduga tahun 260 H(873 M) dan T. J. de Boer
menyebut 257 H (870 M). Adapun musthafa Abd al-Raziq(matan rector al azhar)
mengatakan tahun 252 H (866 M). Dan yaqut al-himawi menyebutkan
berusia 80 tahun atau lebih
sedikit
b.Hubungang
agama dan filsafat
Filsafat bagi al-kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Disinilah
terdapat persamaan filsafat dan agama.Tujuan agama ialah menerangkan apa yang
benar apa yang baik.demikian halnya filsafat. Agama, disamping wahyu,
mempergunakan akal,dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama bagi
al-kindi ialah tuhan.dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang
tuhan. Bahkan al-kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat,
telah mengingkari kebenaran, dan menggolongkannya kepada “kafir”, karena orang
– orang tersebut telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling
benar. Karena keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga
alasan: (1) ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) wahyu yang
diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian dan,(3)
menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama. Ia juga
menselaraskan antara filsafat dan agama yang didasarkan pada tiga alasan:
pertama, ilmu agama merupakan bagian dari filsafat. Kedua, wahyu yang
diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian. Ketiga,
menuntut ilmu, secara logika diperintahkan dalam agama.
Maka dari itu Alkindi memeringkas dari sumber-sumber lain yang
secara keliru, ia menisbahkan pula kepada Aristoteles. Subjek dan susunanya
sesuai benar dengan sumber Neopolitik. Pada definisi pertama, Tuhan disebut
”Sebab pertama” mirip dengan ”Agen Pertamanya” Plotinus, suatu ungkapan yang
juga digunakan al-Kindi atau dengan istilahnya ”Yang Esa adalah sebab dari
segala sebab”. Definisi-definisi berikutnya dalam Risalah al-Kindi
dikemukakan susunanya yang membedakan antara alam atas dan alam bawah. Yang
pertama ditandai dengan definisi-definisi akal, alam, dan jiwa, diikuti dengan
definisi-definisi yang menandai alam bawah, dimulai dengan definisi badan
(jism), penciptaan (ibda’), materi (hayula), bentuk (shurah).
Jadi yang dimasud dalam
filsafatnya adalahMeringkas pendapat Aristoteles dan meski cenderung pada
Plato dan Plotinus dalam soal ketuhanan. Meski dipengaruhi filsafat Yunani dan
Platonisme modern, dia kuat percaya pada syari’at Islam. Dia berkata:
“Sesungguhnya kebenaran wahyu melampaui tingkat hikmah kemanusiaan, sebagaimana
para Nabi yang berbicara atas nama Allah dan orang-orang yang membawa panji
Ilahi melampaui semua manusia”.
Filsafat dan agama mirip, sama-sama mencari
dan mengenal kebenaran, perbedaan keduanydaberi
n dia hanya
terletak pada cara yang ditempuh masing-masing dalam mewujudkan kebenaran. Filsafat
banyak dipandang sebagai hasil ke
sangupan manusia (hunan skll) yang menepati kedudukan yang tertingi, mempunyai
martabat yang mtulia,dan diberi difinisi sebagai pngetahuan tetang hakeu maekat
segala sesuat menurut batas ke sangupan manusia.
b.Filsafat ketuhahan
Filsafat
Ketuhanan al-Kindi merupakan awal lahirnya perbincangan Ketuhanan, namun
penafsiran al-Kindi mengenai Tuhan sangat berbeda dengan pendapat Aristoteles,
Plato dan Plotinius. Mengenai hakikat ke-Tuhanan ia mengatakan bahwa Tuhan
adalah wujud yang Esa, tidak ada sesuatu benda apapun yang menyerupai akan
Tuhan, dan Tuhan tidaklah melahirkan ataupun dilahirkan, akan tetapi Tuhan akan
selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Dalam al-Qur’an Surat al-Ikhlas ayat 1
s/d 4 sebagai bukti keberadaan Tuhan.
} قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اللَّهُ الصَّمَدُ *
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحٌ
”Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
Dalam Islam
Sang Khalik atau pencipta dan penguasa segalanya di buat sebuah penamaan yakni
”Allah Swt” sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas maka, itulah bukti yang
paling kongkrit bahwa Allah swt itu ada dan hidup kekal selamanya, sedangkan
manusia adalah Hamba Allah yang diberikan kehidupan hingga akhirnya mati.
Bagaimana kita bisa percaya akan adanya Allah Swt, maka dari itu sebagai
manusia biasa diberikan akal, hati dan nurani untuk dapat menyakini adanya
Allah swt melalui bukti-bukti kekuasaan Allah Swt.
Agar manusia
khususnya umat Islam tidak berselisih paham akan keberadaan Allah Swt, tentang
keberadaan alam, ataupun keberadaan manusia itu sendiri, maka sebagai seorang
filosof, al-Kindi membagi pengetahuan menjadi dua bahagian, yakni: pertama, pengetahuan
Ilahi علم الهي (divine science). Pengetahun ini diambil langsung dari yang
tercantum dalam al-Qur-an yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh Nabi dari
Tuhan. Sedangkan dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan. Kedua,
pengetahuan manusiawi علم إنسانى (human science) atau falsafat. Dasarnya ialah pemikiran
(ratio-reason).
Argumen-argumen
yang dibawa Qur’an lebih meyakinkan daripada argumen-argumen yang ditimbulkan
falsafat. Tetapi falsafat dan Qur’an tidak bertentangan dengan kebenaran yang
di bawa falsafat. Mempelajari filsafat dan berfalsafat tidak dilarang, karena
teologi adalah bahagian dari filsafat, dan umat Islam diwajibkan belajar
teologi.
Kebenaran
yang sesungguhnya hanya pada Allah Swt. Apa yang terlintas di akal hingga
terjadi dengan sendirinya di luar akal merupakan sebuah hikmah dalam kehidupan
yang mesti kita sadari bahwa terkadang suatu pelajaran sudah kita anggap benar
namun akhirnya menjadi sebaliknya. Akhirnya semua akan kembali kepada al-Qur’an
sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia. Apa yang dinyatakan dalam
al-Qur’an semuanya mengandung hikmah dan pelajaran bagi seorang insan yang mau
berpikir.
Tuhan dalam
falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakekat dalam arti ’aniah atau mahiah. Tidak
’aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam,
bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk,
kemudian tuhan tidak mempunyai hakekat dalam bentuk mahiah, karena Tuhan tidak
meruapakan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa
dengan Tuhan. Tuhan adalah tunggal, selain dari Tuhan semuanya mempunyai arti
banyak.
Agar dapat
memahami penafsiran al-Kindi tentang Tuhan, kita mesti merujuk pada kaum
Tradisionalis dan Mu’tazilah. Kaum tradisionalis (Ibn Hanbal adalah salah
seorang tokohnya) menafsirkan sifat-sifat Allah dengan nama-nama Allah, mereka
menerima makna harfiyah al-Qur’an tanpa memberikan penafsiran lebih jauh. Kaum
Mu’tazilah yang semasa dengan al-Kindi, secara akal menafsirkan sifat-sifat
Allah demi memantapkan sifat Maha Esa-Nya.
Walaupun
al-Kindi sepaham dengan Muktazilah dalam menafikan sifat dari Zat Allah. Akan
tetapi, ketika Muktazilah menyatakan bahwa Tuhan itu mengetahui dengan Ilmu-Nya
dan Ilmu-Nya adalah Zat-Nya (’Alim bi’ilm wa ’ilmuh zatuh) berkuasa dengan
kekuasaan-Nya dan kekuasaa-Nya adalah Zat-Nya (qadir bi qudratih wa qudratuh
zaituh) al-Kindi tidak sepaham dengan pandangan ini. Sesuai dengan paham yang
ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta dan bukan penggerak
Pertama sebagai pendapat Aristoteles.
Jadi filsat
ketuhanan al-kindi dapat di ringkas sebagai berikut
} Tuhan
adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujudnya tidak
berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya.
} Tuhan
tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah.
} Tuhan
tidak tersusun dari materi dan bentuk (الهيولى والصورة
).
}
} Tuhaan
tidak memiliki genus atau species.
} Tuhan
adalah al-haqqul awal (الحق الاول ) dan al-haq aal-wahid (الحق الواحد). Ia
semata-mata satu. Hanya Ia-lah satu, selain dari Tuhan mengandung arti banyak.
C.
Kesimpulann
Al-Kindi, adalah seorang filosof yang
berusaha mempertemukan agama dengan filsafat. Ia berupaya membuktikan bahwa
berfilsafat tidak dilarang. Meski Al-Kindi terpengaruh pemikiran-pemikiran
Plato dan Aristoteles dan memperlihatkan corak pitagorasme, namun dalam
beberapa hal Al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani mengenai
hal-hal yang dirasakakn bertentangan dengan ajaran islam yang diyakininya.Sebagai
filosof islam pertama yang menyelaraskan agama dengan filsafat, ia telah
melicinkan jalan bagi filosof sesudahnya, seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn
Rusyd.
Refensi
:
Nasution, Hasyimsyah, filsafat islam. Jakarta : Gaya Media Pratama,
1999.
George N. Atiyeh, Al-Kindi Tokoh Filosif Muslim, Islamic Research
Institute, 1966.
Sayyed Hossein Nasr. Oliver Leaman, Ensiklopedia Tematis Filsafat
Islam, Jumada Al-tsaniyah (Mizan), 1424 H/Juli 2003.