BAB I
RINGKASAN MATERI
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan
human.Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia.Artinya sifat
manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk”
suatu kebenaran.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek,
maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah
tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah,
pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula
dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir
murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak
yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan
integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan
memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran
itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh
kebanaran.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence ® menerangkan bahwa kebenaran atau
sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh
pernyataan atau pendapat tersebut.
2. Teori Consistency ® Teori ini merupakan suatu usah
apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap
relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat
konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam
waktu dan tempat yang lain.
3. Teori Pragmatisme ® Paragmatisme menguji kebenaran
dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe
problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka
berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika
mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan
dan kesulitan.Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di
dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan
tuntutan-tuntutan lingkungan.
4. Kebenaran Religius ® Kebenaran tak cukup hanya diukur
dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective,
universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis
dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan
pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk
menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran.Semua
orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan
kebenaran.Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human.Sebagai
nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia.Artinya sifat manusiawi atau
martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Kebenaran
sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan
manusia.Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus
menerus apakah hakekat kebenaran itu?
Jika
manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk
melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang
kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami
pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu
bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis.
Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada
kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada
pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum
universal.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam
kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah.Manusia di dalam
kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan
scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
5. Tingkatan kebenaran indera adalah
tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
6. Tingkatan ilmiah,
pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula
dengan rasio
7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir
murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
8. Tingkatan religius, kebenaran
mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian
dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan
kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek
yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian
yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi
subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah.Manusia
selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan
kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
- Berfikir merupakan suatu aktifitas
manusia untuk menemukan kebenaran
- Apa yang disebut benar oleh
seseorang belum tentu benar bagi orang lain
- Oleh karena itu diperlukan suatu
ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan
dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan
dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan
dengan bahasa dan tutur kata)
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan
memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran
itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh
kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian,
terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia.Hal ini bukan saja
karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural
melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna
integritas kepribadian.Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena
wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian.Seluruh tingkat
pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada
puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan
hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1.
Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini
hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa,
pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau
kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek,
maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence
theory of truth) ®
menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila
ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan
objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian
pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan
sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to
objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan).Teori ini dianut oleh
aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut
oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada
abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika
induktif menggunakan teori korespodensi ini.Teori kebenaran menuru
corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi
anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan
kebenaran itu.Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan
sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di
dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu.Bahkan anak harus
mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan
nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga
kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah
laku.Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus
dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai)
bila sesuai maka itu benar.
2.
Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti
kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang
berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test
eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna
bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek.Sebab apabila
didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan
obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang
satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada
di dalam pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha
yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang
pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori
korespondensi.Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi.Teori konsistensi
adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi.Teori
korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran.Sedah teori konsistensi
merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap
suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat
koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar.
Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu
dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah
diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan
trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran
koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika
premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran
metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan
oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel.Suatu teori dianggapbenar apabila
telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini
bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar,
maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
3.
Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam
praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem
olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna
mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan
pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan
kesulitan.Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di
dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan
tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori
akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu
mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu
memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar.Yang dapat secara
efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic
theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki
kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria
kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan
akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence).Oleh karena itu tidak ada
kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan
akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi
kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan
tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu
eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong
perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling
nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939)
dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan
bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang
dilakukan.Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri,
malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory
Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara
tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi).
Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.
4.
Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek
tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek.Jika
keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur
dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective,
universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara
antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang
bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan
superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah
kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran
ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya
menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam
teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan.Sebagai makluk
pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui
agama.Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab
suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia,
termasuk kebenaran.
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa
kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas.Kebanran
ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas
sesuatu itu.
Bahwa
kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang
sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita,
perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa
kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum.Bahkan ada pula
yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa
penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan
pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual).
Bahwa
substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam
semesta.Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.
Semua
teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata.Yang
mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
BAB IV
DAFTAR BACAAN
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan
Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila.Surabaya: Usaha Nasional
Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat.
Jakarta: Yayasan Krisius
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar