PENDAHULUAN
Pandangan Islam tentang Yesus berbeda dengan ajaran Kristen.
Perbedaan utama terletak pada persoalan ketuhanan Yesus, yang dalam manuskrip
al-Qur'an dan bahasa Arab disebut Isa al-Masih. Pemeluk Islam mempercayai Isa
Al Masih adalah seorang nabi dan juga seorang rasul yang diutus khusus untuk
bangsa Israel. (makna rasul di dalam Islam berbeda dengan maknanya di dalam
Kristen, lihat artikel tentang nabi). Dalam ajaran Islam, ia termasuk salah
satu nabi yang termasuk rasul Ulul Azmi, yaitu rasul yang sabar dan tabah dalam
mendakwahkan ajaran Allah.[1]
Nama Yesus sendiri (tanpa kata ganti orang) disebutkan sebanyak dua puluh
delapan kali di dalam al-Qur'an.Yesus di dalam Kekristenan juga dikenal dengan
sebutan Kristus. Orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, Tuhan,
Mesias, dan Juru Selamat umat manusia. Sedangkan Agama Yahudi menolak anggapan
bahwa Yesus adalah seorang Mesias yang telah dinubuatkan dalam kitab suci
mereka.[2]
Dapat dilihat dari hal tersebut bahwa disini banyak dari berbagai
kalangan yang membicarakan tentang Isa al masih sendiri terdapat berbagai
perbedaan. Dari satu kalangan berbeda dengan kalangan yang lainnya. Ada yang
mempercayai bahwa Isa itu merupakan Anak Allah yang harus disembah, ada yang
beranggapan bahwa Isa adalah seorang Nabi, ada pula yang menganggap bahwa Isa
adalah seorang Mesias. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena perbedaan
keyakinan dan atau perbedaan landasan yang mereka jadikan rujukan dalam
membahas hal ini.
Maka jelas, bahwa terjadi perdebatan antar kalangan tentang hal
ini. Maka mengenai Isa penulis akan sedikit membahas mengenai Isa Al masih
Sebagai Anak Allah.
PEMBAHASAN
A.
Isa almasih Sebagai Anak Tuhan Dalam Pandangan al Qur’an
Al Qur’an
mengecam ungkapan Yesus sebagai Anak Allah. Nabi Muhammad sendiri mengatakan
bahwa Allah itu satu dan Esa adanya: “Ia tidak pernah beranak dan tidak pernah
diperanakkan”.[3]
Dalam surat an Nisa ayat 171 disebutkan tentang hal ini, yang artinya: Wahai
Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera
Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:
"(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik
bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai
anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah
menjadi Pemelihara.[4]
Dalam al Qur’an
sendiri dikatakan bahwa Yesus sendiri menolak sebutan bahwa Ia adalah Anak
Allah. Hal ini merupakan dosa terbesar, yaitu memuja sesuatu selain Allah yang
Esa. Dalam al Qur’an sendiri dikatakan bahwa Kristus sendiri menolak anggapan
bahwa Ia adalah Anak Tuhan.[5]
Hal ini seperti dikatakan dalam surat Maryam ayat 30, yang artinya yaitu: "Sesungguhnya
aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku
seorang nabi”.[6]
Maka, sudah
barang tentu bahwa orang-orang yang hidup sesudah Kristus lah yang membuat nya,
yang mana Anak Allah itu dibuat tanpa ada dasarnya dalam ajaran Kristus
sendiri.
Menurut al
Qur’an, al Masih ialah nabi yang benar, tidak mengatakan sesuatu yang tidak
diizinkan. Ia ialah sebagai manusia yang murni, yang diciptakan dalam rahim
Maryam oleh sabda Allah. Dengan demikian, Ia memang benar-benar makhluk, yang
tidak boleh dibedakan atau ditinggikan atas makhluk yang lain. Abd allah
adalah nama yang tepat untuk diberikan pada manusia dan demikian juga kepada
Kristus: sebagai Hamba Allah Ia memenuhi tujuan yang ditentukan oleh Allah
dalam penciptaan manusia, yaitu untuk melayani dia dan bekerja sebagai
pengelola rumah tangga ciptaan.[7]
Hal ini sama seperti yang dinyatakan dalam surat az Zukhruf ayat 59, yang
artinya: “Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya
nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah)
untuk Bani lsrail.”[8]
Dalam hal ini,
terdapat persamaan antar keduanya (Islam dan Kristen) mengenai pandangan
tentang Isa almasih sebagai hamba. Dalam Kristen pun Isa almasih dipandang pula
sebagai Hamba Allah.[9]
Disini,
dikatakan pula bahwa Kristus tidak pernah, tidak dapat dan tidak akan
mendirikan kerajaan Allah yang duniawi. Orang Islam sering menunjuk pada
kenyataan itu dan oleh karena nya menambahkan bahwa pesan Kristus masih belum
sempurna, kemudian diperlukan nabi yang dikemudian hari menyempurnakannya.[10]
B.
Isa almasih Sebagai Anak Tuhan Dalam Pandangan Kristen.
Tidak hanya
dalam al Qur’an, dalam Alkitab pun juga mempunyai pandangan tersendiri tentang
Isa atau Yesus itu sendiri. Terdapat perbedaan pandangan mengenai Isa dalam
berbagai aspek. Namun, akan dijelaskan pula bahwa ada pula persamaan pandangan
antar keduanya. Pandangan yang berbeda mengenai Isa seakan menjadi perdebatan
antar keduanya. Perdebatan yang terdapat antar keduanya ini terdapat pada Yesus
Kristus dan Ibu Nya, Maria dipuja sebagai dewa disamping Allah (Bapa). Pada
zaman dahulu ada kepercayaan yang serupa, misalnya orang Mesir pada zaman purba
percaya kepada Horus, anak yang suci dari Osiris dan Isis yang menjadi raja
(Fir’aun). Dan pemahaman mereka tentang Yesus dan Maria dipengauhi dari situ.
Hal itulah yang menjadi perbedaan pandangan dalam Islam dan Kristen.
Namun bagi
orang yang mempunyai pengetahuan biarpun sedikit tentang agama Mesir kuno dan
membandingkannya dengan pengajaran Kristen tentang keberadaan Kristus sebagai
anak Allah akan segera melihat bahwa tidak ada persamaan sama sekali antara
kedua pemahaman tersebut. Maka pembicaraan ini akan terus menjadi perdebatan
dikalangan orang Islam dan Kristen. Perdebatan yang seperti ini merupakan
perdebatan yang salah. Akan tetapi, al Qur’an berbicara tentang Nasara, bukan
kaum Kristen. Selain itu yaitu bahwa keberadaan Kristus sebagai Anak Allah itu
merupakan suatu misteri yang tidak dapat dipecahkan dengan berdebat ataupun
pertimbangan filosofis. Ia merupakan masalah iman, dan hanya karunia Allah lah
yang dapat membuka pikiran seseorang untuk memahami arti dan kebenaran Nya.
Maka berkali-kali ditekankan bahwa iman adalah iman, dan ilmu adalah ilmu. Ilmu
hanya dapat mencoba menguraikan apa yang diimani, namun mustahil ia merasakan
intisarinya.
Dalam kitab
Perjanjian Baru pun disebutkan bahwa, Kristus sendiri tidak begitu suka dengan
penggunaan istilah “Anak Allah”. Dalam injil Mat 16:18 dyb disebutkan bahwa
petrus pernah menyebut Isa dengan sebutan Anak Allah. Namun Yesus mendiamkan
pernyataan tersebut serta menyuruh murid Nya untuk tidak mengatakan kepada siapapun
bahwa Ia adalah Mesias (ayat 20). Tidak disebut-sebut istilah “Anak Allah”.[11]
Di hadapan
Mahkamah Agama, sebelum para tua-tua Yahudi membawa Yesus untuk dihukum mati,
mereka bertanya, “Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?” (lih. juga, Mat 26:63,
“…katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak?”).
Jawab Yesus: “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.” Lalu kata
mereka: “Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita ini telah mendengarnya dari
mulut-Nya sendiri.” (Luk 22:70-71).
St. Thomas
Aquinas dalam bukunya Catena Aurea menjelaskan ayat ini dalam Injil Matius,
dengan mengutip pengajaran St. Ambrosius, “Tuhan Yesus lebih berkehendak untuk
membuktikan bahwa diri-Nya adalah Raja [Anak Allah], daripada mengatakan bahwa
diri-Nya sendiri adalah Raja [Anak Allah], sehingga mereka [para tua-tua
Yahudi] tidak mempunyai alasan untuk menghukum-Nya, ketika mereka mengakui
kebenaran yang atasnya mereka menuntut Dia. Maka Yesus berkata, “Kamu sendiri
mengatakan bahwa Akulah Anak Allah.”[12]
Hal pertama
yang menjadi perhatian Yesus adalah pemberitaan tentang pertobatan, karena
kerajaan Allah sudah dekat. Kedatangan Yesus membawakan tanda-tanda kerajaan
ini. Bagi mereka ini, kerajaan Allah bukan bagian dari mite masa depan,
melainkan bagian dari kehidupan mereka, serta tidak hanya dipahami sebagai
sesuatu yang spiritual melainkan yang menyangkut kehidupan jasmani mereka pula.
Yesus mengatakan bahwa Ia tidak akan mendirikan kerajaan duniawi.
Bagi mereka
(yang menyaksikan Yesus), misteri kepribadian Nya terletak pada hubungan Nya
dengan Allah. Hal ini bukanlah suatu hubungan keagungan dan kemewahan, kuasa
atau kemuliaan, melainkan ketaatan dan kerendahan hati. Ia menolak, atau paling
tidak mengesampingkan sebutan “Anak Allah”, namun Ia lebih menyukai “Mesias”
yang disebutkan oleh Petrus.
Mesias disini
dipahami sebagai seorang yang seperti gembala yang membimbing dan menjaga
kawanan dombanya sehingga berlaku sebagai seorang hamba bagi mereka yang
dipercayakan kepadanya. Pemahaman tentang Yesus sebagai Mesias diperoleh dari
cara Dia berhubungan dengan orang-orang lain, cara Nya melayani mereka dan
bagiamana Ia membawa penghiburan bagi mereka yang terlupakan. Orang merasa
bahwa perbuatan rendah hati ini tentu mendapatkan kekuatan Nya dari Allah.
Yesus menyatakan diri Nya Mesias itu dengan cara menghambakan diri, dan dengan
cara menggunakan kekuatan Nya bukan untuk membunuh musuh Nya, namun untuk
melayani umat manusia dengan apa yang mereka perlukan.
Yesus menjadi
manusia, sama seperti manusia yang lain. Bahkan Ia menempati kedudukan terbawah
dalam hierarki kemasyarakatan. Dan dengan ini, Ia menjadi contoh bagi semua
orang yang ingin mengikuti Dia.
Setelah
memenuhi tujuan hidup Nya sebagai manusia, Allah membangkitkan Nya kembali dan
memberi Nya nama yang tertinggi. Allah mengakui sendiri bahwa Yesus Kristus
adalah Anak Nya, bahwa Ia adalah Tuhan.
Dalam hal ini,
pendapat al Qur’an dapat juga diterima orang Kristen kalau dalam berbagai
kesempatan ia menekan kan bahwa bukan Yesus sendiri yang mengajarkan kepada
murid Nya untuk memanggil Nya Anak Allah. Adalah Allah sendiri yang mengakui
Nya sebagai Anak Nya, setelah Yesus menyelesaikan tugas Nya sebagai manusia.
Yesus Kristus tidak menjadi Anak Allah melalui kebangkitan Nya, namun Ia adalah
Anak Allah dalam keberadaan Nya sebagai hamba.
Dalam
Perjanjian Baru menjelaskan bahwa Kristus memerintah dengan cara yang berbeda,
dengan cara penguasa duniawi, yakni sebagai hamba. Ia mengatasi semua cobaan
untuk mengubah keadaannya. Misalnya, ketika
Ia ditangkap, ketika beberapa murid Nya ingin menggunakan kekerasan dan
satu diantaranya telah mengkhianati Dia agar Ia dipaksa memperlihatkan
kekuasaan Nya yang dahsyat, namun Ia tetap menolak percobaan itu.
Dalam al Qur’an
sendiri pun terdapat pesan yang mana dikemukakan dalam kurun waktu 600 tahun
setelah Kristus berada di dunia, dan dalam waktu yang sama gereja sudah
berkembang. Apakah al Qur’an perlu mengingatkan orang-orang Kristen bahwa Anak
Allah benar-benar Anak Allah dalam arti Hamba Allah, atau abd Allah?
Disini, dikatakan bahwa Kristus tidak pernah, tidak dapat dan tidak akan
mendirikan kerajaan Allah yang duniawi. Orang Islam sering menunjuk pada
kenyataan itu dan oleh karena nya menambahkan bahwa pesan Kristus masih belum
sempurna, kemudian diperlukan nabi yang dikemudian hari menyempurnakannya.[13]
Anak Allah
merupakan pengakuan, dan pengakuan ini lahir dari keyakinan bahwa Allah telah
membangkitkan Nya dari kematian. Dan Allah sendiri mengakui Nya sebagai Anak
Nya. Dan bukan Yesus yang mengatakannya. Namun, gereja memahami Kristus sebagai
Anak Tuhan yang memerintah dan merupakan raja yang harus diberi bakti.
Pemahaman Kristus tidak lagi dipahami sebagai pelayanan, melainkan sebagai
pemerintahan juga dengan memakai jubah raja duniawi, dan menguasai politik.
Mereka tidak lagi meniru Kristus sebagaimana yang diperintahkan Paulus, namun
mereka bertingkah laku seperti raja-raja mini, yang merasa lebih dekat dengan
Allah daripada orang yang lain.
Dalam al Qur’an
mengingatkan orang-orang Kristen bahwa mereka adalah manusia seperti
orang-orang lainnya, dan tidak lebih seperti orang-orang yang lain. Olaf
Schuman berpendapat bahwa agresivitas terhadap sebutan Anak Allah sebagian
diawali atau merupakan jawaban terhadap sikap orang-orang Kristen yang sombong
dan merasa tinggi hati, yang menganggap diri sendiri sebagai pengikut Anak
Allah dan mau menjadi sendiri Anak-Anak Allah. Jadi al Qur’an benar dalam
menghukum sikap seperti itu yang juga bertentangan dengan pesan Alkitab (Al
Qur’an dengan Alkitab sependapat).
Maka apabila
sebutan ini dipahami sebagaimana Perjanjian Baru, tidak perlu ada kekhawatiran
bahwa dibalik itu ada usaha manusia untuk menantang kesatuan Allah. Sebaliknya,
hal itu memperlihatkan bahwa sebutan tersebut betul-betul diyakini sungguh-sungguh
karena Kristus dalam keberadan Nya sebagai manusia pun tidak menuntut untuk
dipuja dalam rupa Allah. Yang dituntut oleh Kristus adalah ketaatan sebagai
hamba, agar para murid Nya menjadi pengikut Nya yang sebenarnya.[14]
C.
Isa almasih Sebagai Anak Tuhan Dalam Pandangan Gereja
Gereja sendiri
memandang Isa almasih sebagai Anak Allah pun berbeda pandangan dengan Kristen,
dan apalagi dengan Islam. Gereja menggunakan sebutan Anak Allah dengan
mengkaitkannya dengan paham Yahudi tentang Mesias sebagai penyelamat duniawi,
paham yang mana ditolak oleh Yesus sendiri meskipun Ia tidak menolak disebut
sebagai Mesias. Bagi gereja, contoh kuasa dan kemuliaan Allah adalah raja-raja,
bahkan seringkali juga para panglima perang, seringkali juga gereja memihak
pada pemenang dan berdiam diri di kala terjadi ketidakadilan. Contoh kuasa
kemuliaan Allah : Raja, panglima perang, dan lain-lain, yang
mana lebih bersifat tidak melayani namun memerintah bersama penguasa duniawi. Di situ sikap Yesus diputarbalikkan dan berita injil Nya dikhianati.[15]
Gereja memahami
Kristus sebagai Anak Tuhan yang memerintah dan merupakan raja yang harus diberi
bakti. Pemahaman Kristus tidak lagi dipahami sebagai pelayanan, melainkan
sebagai pemerintahan juga dengan memakai jubah raja duniawi, dan menguasai
politik. Mereka tidak lagi meniru Kristus sebagaimana yang diperintahkan
Paulus, namun mereka bertingkah laku seperti raja-raja mini, yang merasa lebih
dekat dengan Allah daripada orang yang lain.[16]
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa mengenai sebutan “Isa Almasih sebagai
Anak Allah” terdapat persamaan paham antara al Quran dengan Alkitab. Yaitu,
bahwa sesungguhnya makna “Anak Allah” itu adalah Isa almasih sebagai Hamba
Allah. Dalam al Qur’an dan Alkitab sendiri pun dikatakan bahwa Yesus sendiri
menolak jikalau Ia disebut-sebut sebagai Anak Allah. Namun, Yesus tidak menolak
jika Ia dipandang sebagai seorang Mesias. Karena, dalam Alkitab sendiri
dikatakan bahwa Mesias yang dimaksud disini bukan Mesias yang dipahami seperti dipahami
oleh orang-orang Yahudi –Orang yang memenangkan peperangan, dan mendirikan
kerajaan baru sehingga ia dapat menjadi penguasa– melainkan Mesias yang
dipahami sebagai Hamba Allah, yang mana ketika Ia menjadi manusia, Ia
benar-benar sama dengan manusia lainnya, bahkan Ia menjadi pelayan bagi manusia
yang lain. Mesias adalah seperti seorang gembala yang membimbing dan menjaga
kawanan dombanya.
DAFTAR PUSTAKA
Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia), 1993
Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan
Tuhan, diakses pada 19 November 2013, dari
http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
Wikipedia, Isa almasih, diakses pada 19 November 2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Yesus
Wikipedia, Pandangan Islam Tentang Isa, diaksespada 19 November
2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pandangan_Islam_tentang_Yesus
[1] Wikipedia, Pandangan Islam Tentang Isa, diaksespada 19 November
2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pandangan_Islam_tentang_Yesus
[2] Wikipedia, Isa almasih, diakses pada 19 November 2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Yesus
[3] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia), 1993, h. 193
[4] Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan
Tuhan, diakses pada 19 November, dari http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
[5] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 193
[6] Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan
Tuhan, diakses pada 19 November, dari http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
[7] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 193
[8] Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan
Tuhan, diakses pada 19 November, dari http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
[9] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 201
[10] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 205
[11] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 197
[12] Katolisitas org., Di ayat-ayat apakah Yesus disebut Allah,
diakses pada 20 Novenber 2013, dari http://katolisitas.org/9733/di-ayat-ayat-manakah-yesus-disebut-sebagai-allah-god
[13] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 205
[14] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 193-207
[15] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 203
[16] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 206
Tidak ada komentar:
Posting Komentar