PENDAHULUAN
Sebelum
melangkah lebih jauh membahas tentang pemikiran filsafat helenisme, tentunya
akan lebih baik jika kita memahami terlebih dahulu apa itu filsafat dan apa itu
helenisme, agar pembahasan ini dapat difahami secara sistematis dan secara kronologis.
Berbicara
tentang filsafat, sebenarnya kita sedang berbicara mencari hakikat sesuatu. Dan
sesuatu inilah yang pada akhirnya menjadi obyek pembahasan filsafat, yaitu
hakikat Tuhan, hakikat Manusia dan hakikat Alam. Diawali dari rasa ingin tahu akan
hakikat sesuatu, dan rasa ketidak pastian atau ragu-ragu, seseorang secara
terus menerus berfikir untuk mencari jawabannya. Maka upaya seseorang untuk
mencari hakikat inilah sebenarnya ia sedang berfilsafat. Dan upaya–upaya untuk
menyingkap hakekat segala sesuatu yang wujud, telah lama dilakukan oleh bangsa
Yunani.
Filsafat memiliki beberapa arti yang telah berkembang cukup banyak dari
para filosof. Dan ternyata kata filsafat ini telah muncul dan dikenal sejak
zaman Yunani Kuno. Ini menunjukan bahwa filsafat memang sudah ada dan
berkembang pada bangsa tersebut. Menurut catatan para sejarawan, orang yang
pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah Pythagoras dari Yunani (582 –
496 SM). Pada waktu itu arti filsafat belum begitu jelas. Kemudian arti filsafat
itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini.
Salah satu pendapat mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani
yang tersusun dari dua kata yaitu Philein yang berarti cinta dan Shopos
yang berarti hikmat, kebijaksanaan (wisdom). Akan tetapi orang Arab memindahkan
kata Yunani Philosophia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan
tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafa dengan fa`lala,
fa`lalatan dan fi`lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa
adalah falsafah dan filsaf, [3]yang memiliki arti hikmah. Hikmah menurut Ibnu Arabi adalah proses
pencarian hakikat sesuatu dan perbuatan. Akan tetapi Ar-Raghib memberikan
definisi yang lebih simple, yaitu ashabtul haqi bil`ilmi wal aql (memperoleh
kebenaran dengan ilmu dan akal).
Filosop Yunani, seperti Plato misalnya memberikan definisi filsafat sebagai
suatu pengetahuan tentang segala sesuatu. Sedangkan Aritoteles beranggapan,
bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan
demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
Yunani adalah sebuah Negara di Eropa yang telah memiliki pemikiran
peradaban yang maju sejak berabad-abad tahun yang lalu (Yunani kuno). Istilah
Helenisme adalah istilah modern yang diambil dari bahasa Yunani kuno hellenizein
yang berarti “berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani” (to speak or
make Greek). Helenisme Klasik: Yaitu kebudayaan Yunani yang
berkembang pada abad ke-5 dan ke-4 SM. Helenisme Secara Umum: Istilah
yang menunjuk kebudayaan yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan
budaya Asia Kecil, Syiria, Mesopotamia, dan Mesir yang lebih tua. Lama periode
ini kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323 SM (Masa Alexander Agung atau
Meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM (Berkembangnya Agama Kristen atau Jaman
Philo)
Jadi pemikiran filsafat helenisme adalah filsafat Yunani untuk mencari
hakikat sesuatu atau sebuah pemikiran untuk mencari suatu kebenaran yang
terjadi pada masa Yunani kuno. Nah bagaimanakah pemikiran filsafat helenisme
tersebut, secara singkat akan dibahas di makalah ini.
FILSAFAT HELENISME DAN ROMAWI
((Epicuros, Zeno, Skeptis, Philon dan Neo Pythagoras))
Kita mengkaji seputar sejarah filsafat Yunani, dari mulai Thales, Socrates
sampai Aristoteles. Sejarah filsafat Yunani sebagaimana pertumbuhan hidup
manusia. Masa kecilnya, menurut beliau, bermula dengan tampilnya Thales ke
muka, Thales melahirkan pandangan baru dalam alam pikiran Yunani. Masa ini
berlanjut sampai kepada Sokrates. Selanjutnya menuju ke masa gagah dan
bijaksana (muda) ialah masa filsafat klasik, yang puncaknya terdapat pada masa
Aristoteles. Sesudah masa Aristoteles berlalu, maka selanjutnya adalah masa
tua. Masa tua itu meliputi masa yang sangat lama sekali, dari tahun 322 sebelum
Masehi sampai tahun 529 setelah Masehi. Delapan setengah abad lamanya, dari
meninggalnya Aristoteles sampai ditutupnya sekolah filsafat yang penghabisan
oleh Kaisar Bizantin, Justinianus. Sesudah itu filsafat Yunani kembali ke dalam
sejarah.
Pasca
Aristoteles, Filsafat Yunani mengalami penurunan yang signifikan. Pengkajian tentang filsafat tidak lagi semarak sebagaimana terjadi pada
masa-masa sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya ilmu-ilmu spesial yang
berkembang dan berdiri sendiri. Seperti ilmu
alam, gramatika, filologi, sejarah kesusasteraan dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini menyebabkan ilmu filsafat tidak lagi menjadi prioritas
utama. Di samping itu, dalam fase ini filsafat juga telah menyimpang dari asas
pokoknya, yaitu dari akal ke arah mistik.
Peralihan
filsafat Yunani menjadi filsafat Helen-Romawi disebabkan terutama oleh seorang
yang bernama Alexandros, murid Aristoteles. Tindakannya yang imperialis
menyatukan seluruh dunia Grik ke dalam satu kerajaan Macedonia. Sesudah itu ia
menaklukkan bangsa-bangsa di Asia Minor dan mengembangkan kekuasaannya sampai
ke India. Semuanya itu dijadikan beberapa propinsi kerajaan Macedonia. Bahkan
Imperium Persia, kekaisaran terbesar yang pernah disaksikan dunia, diremukkan
lewat tiga pertempuran.
Keadaan demikian
menyebabkan filsafat Yunani bukan lagi murni produk asli Yunani, tetapi telah
terpengaruh oleh budaya bangsa lain. Adat istiadat kuno bangsa Babilonia,
beserta takhayul kuno mereka menjadi tak asing lagi bagi pemikiran orang
Yunani, demikian pula dualisme Zoroastrian dan agama-agama India, pun membaur
dengan pemikiran Yunani. Dan pada akhirnya melihat kawasan yang ditaklukkan
semakin luas, akhirnya Alexandros memberlakukan kebijakan yang menganjurkan
pembauran secara damai antara bangsa Yunani dengan bangsa lainnya.
Pada era
ini, orang berpaling lagi kepada sistem metafisika yang bercorak keagamaan.
Dengan bersatunya beberapa bangsa yang dipimpin oleh kerajaan Roma, telah
merampas hak-hak bangsa lain yang ingin merdeka. Hal itu menimbulkan lagi
pandangan keagamaan, memupuk lagi hati manusia untuk hidup beragama. Tindakan
bala tentara Roma yang keras dan ganas dapat memperkuat rasa kemanusiaan, dan
dipupuk pula oleh berbagai macam agama lama, yaitu agama Kristen dan Budha. Maka pada saat itu, ajaran filsafat dan ajaran agama kembali
berkontaminasi.
Menurut Bertrand Russell, pengaruh agama dan non Yunani terhadap dunia
Hellenistis pada dasarnya buruk, meski tak sepenuhnya demikian. Hal ini
semestinya tak perlu terjadi. Kaum Yahudi, Persia, dan Buddhis semuanya
memiliki agama yang jauh lebih unggul daripada politeisme rakyat Yunani, dan
bahkan bisa dipelajari oleh para filosof terbaik dengan hasil yang bermanfaat.
Sayangnya, adalah bangsa Babilonia, atau Chaldea, yang menananamkan pengaruh
paling mendalam terhadap imajinasi bangsa Yunani. Maka masa Hellen-Romawi
adalah suatu fase filsafat yang tidak hanya didominasi oleh filsafat asli
Yunani. Akan tetapi filsafat pada fase ini bisa dikatakan sebagai filsafat
Trans Nasional.
Filsafat Yunani pada masa Hellen-Romawi dalam garis besarnya dapat dibagi
dua; masa etik dan masa religi. Berikut penjelasannya.
BAB I. PERIODE ETIK
Periode ini
terdiri dari tiga sekolah filsafat, yaitu Epikuros, Stoa dan Skeptis. Nama
sekolah yang pertama diambil dari kata pembangun sekolah itu sendiri, yaitu
Epikuros. Adapun nama sekolah yang kedua diambil dari kata”stoa” yang berarti
ruang. Sedangkan nama skeptis diberikan
karena mereka kritis terhadap para filosof klasik sebelumnya. Ajarannya
dibangun dari berbagai ajaran lama, kemudian dipilih dan disatukan.
Untuk lebih jelasnya, dari ketiga macam sekolah tersebut, pemakalah akan
merincinya satu-persatu.
A. Epikuros (341 SM)
Epikuros dilahirkan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di Athena, dan di sinilah ia meninggal pada
tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan pada satu tujuan belaka; memberikan
jaminan kebahagiaan kepada manusia. Epikuros berbeda dengan Aristoteles yang
mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia hanya mempergunakan pengetahuan yang
diperolehnya dan hasil penyelidikan ilmu yang sudah ia kenal, sebagai alat
untuk membebaskan manusia dari ketakutan agama. Yaitu rasa takut terhadap
dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh agama Grik lama. Menurut
pendapatnya ketakutan kepada agama itulah yang menjadi penghalang besar untuk
memperoleh kesenangan hidup. Dari sini dapat diketahui bahwa Epikuros adalah
penganut paham Atheis.
Epikuros adalah seorang filosof yang menginginkan arah filsafatnya untuk
mencapai kesenangan hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu
ini menganut paham atheis. Hal ini semata-mata ia lakukan untuk mencapai
kebahagiaan yang sempurna, tanpa ada yang membatasi. Menurutnya filsafat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik.
1) Logika.Epikuros
berpendapat bahwa logika harus melahirkan norma untuk pengetahuan dan kriteria
untuk kebenaran. Norma dan kriteria itu diperoleh dari pemandangan. Semua yang
kita pandang itu adalah benar. Baginya pandangan adalah kriteria yang
setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran
sebagai hasil pemikiran. Kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan
pengalaman.
2) Fisika. Teori fisika yang ia ciptakan
adalah untuk membebaskan manusia dari kepercayaan pada dewa-dewa. Ia berpendapat
bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai dewa-dewa, melainkan digerakkan
oleh hukum-hukum fisika. Segala yang terjadi disebabkan oleh sebab-sebab kausal
dan mekanis. Tidak perlu dewa-dewa itu diikutsertakan dalam hal peredaran alam
ini. Manusia merdeka dan berkuasa sendiri untuk menentukan nasibnya. Segala
fatalisme berdasar kepada kepercayaan yang keliru. Manusia sesudah mati tidak
hidup lagi, dan hidup di dunia ini terbatas pula lamanya, maka hidup itu adalah
barang sementara yang tidak ternilai harganya.
Oleh sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan. Dari
pandangan fisika yang dikemukakan Epikuros, sangat terlihat bahwa ia adalah
penganut paham atheisme. Teori-teori
yang ia ciptakan adalah untuk menihilkan peran Tuhan di dunia ini.
3) Etik. Ajaran etik epikuros tidak terlepas dari teori fisika yang ia ciptakan.
Pokok ajaran etiknya adalah mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup ialah
barang yang paling tinggi nilainya. Kesenangan hidup berarti kesenangan
badaniah dan rohaniah. Badan terasa enak, jiwa terasa tentram. Yang paling
penting dan mulia menurutnya ialah kesenangan jiwa.
Dari ketiga ajaran Epikuros, jika diaktualisasikan ke dalam agama Islam
maka akibatnya bisa fatal sekali. Seorang muslim akan menjadi atheis ketika
mengikuti ajaran Epikuros ini. Di sinilah bahaya filsafat jika kita telan
mentah-mentah tanpa ada proses penyaringan terlebih dahulu. Apalagi jika tidak
dilandasi dengan akidah yang kuat.
B. Stoa (340
SM)
Pendirinya adalah Zeno dari Kition. Ia dilahirkan
di Kition pada tahun 340 sebelum Masehi. Awalnya ia hanyalah seorang saudagar
yang suka berlayar. Suatu ketika kapalnya pecah di tengah laut. Dirinya
selamat, tapi hartanya habis tenggelam. Karena itu entah mengapa ia berhenti
berniaga dan tiba-tiba belajar filsafat. Ia belajar kepada Kynia dan Megaria,
dan akhirnya belajar pada academia di bawah pimpinan Xenokrates, murid Plato
yang terkenal.
Setelah keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu
diambil dari ruangan sekolahnya yang penuh ukiran Ruang, dalam bahasa Grik
ialah “Stoa”. Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral
manusia. Dalam literatur lain disebutkan bahwa pokok ajaran etik Stoa adalah
bagaimana manusia hidup selaras dengan keselarasan dunia. Sehingga menurut
mereka kebajikan ialah akal budi yang lurus, yaitu akal budi yang sesuai dengan
akal budi dunia. Pada akhirnya akan mencapai citra idaman seorang bijaksana;
hidup sesuai dengan alam.
Ajarannya tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian,
yaitu logika, fisika dan etik.
1) Logika : Menurut kaum
Stoa, logika maksudnya memperoleh kriteria tentang kebenaran. Dalam hal ini,
mereka memiliki kesamaan dengan Epikuros. Apa yang dipikirkan tak lain dari
yang telah diketahui pemandangan. Buah pikiran benar, apabila pemandangan itu
kena, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu
pemandangan yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam.
Sehingga orang yang memandang itu terpaksa membanarkan dan menerima isinya.
Apabila kita memandang sesuatu barang, gambarannya tinggal dalam otak kita
sebagai ingatan. Jumlah ingatan yang banyak menjadi pengalaman. Kaum Stoa
bertentangan pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles. Bagi Plato dan
Aristoteles pengertian itu mempunyai realita, ada pada dasarnya. Ingat misalnya
ajaran Plato tentang idea. Pengertian umum, seperti perkumpulan, kampung,
binatang dan lain sebagainya adalah suatu realita, benar adanya. Sedangkan
menurut kaum Stoa, pengetian umum itu tidak ada realitanya, semuanya itu adalah
cetakan pikiran yang subjektif untuk mudah menggolongkan barang-barang yang
nyata. Hanya barang-barang yang
kelihatan yang mempunyai realita, nyata adanya. Seperti orang laki-laki, orang
perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah suatu realita. Pendapat kaum Stoa
ini disebut dalam filsafat pendapat nominalisme, sebagai lawan dari realisme.
2) Fisika : kaum Stoa
tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi juga meliputi teologi. Zeno sebagai pendiri Stoa, menyamakan Tuhan dengan dasar pembangun. Dasar
pembangun ialah api yang membangun sebagai satu bagian daripada alam. Tuhan itu
menyebar ke seluruh dunia sebagai nyawa, seperti api yang membangun menurut
sesuatu tujuan. Semua yang ada tak lain dari api dunia itu atau Tuhan dalam
berbagai macam bentuk.
Menurut mereka dunia ini akan kiamat dan terjadi lagi berganti-ganti. Pada
akhirnya Tuhan menarik semuanya kembali padanya, oleh karena itu pada kebakaran
dunia yang hebat, itu semuanya menjadi api. Dari api Tuhan itu, terjadi kembali
dunia baru yang sampai kepada bagiannya yang sekecil-kecilnya serupa dengan
dunia yang kiamat dahulu.
3) Etik. Inti dari filsafat Stoa adalah
etiknya. Maksud etiknya itu ialah mencari dasar-dasar umum untuk bertindak dan
hidup yang tepat. Kemudian malaksanakan dasar-dasar itu dalam penghidupan.
Pelaksanaan tepat dari dasar-dasar itu ialah jalan untuk mengatasi segala
kesulitan dan memperoleh kesenangan dalam penghidupan. Kaum Stoa juga
berpendapat bahwa tujuan hidup yang tertinggi adalah memperoleh “harta yang
terbesar nilainya”, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang adalah
dasar segala etik pada kaum Stoa.
C. Skeptis
Skeptis
artinya ragu-ragu. Mereka ragu-ragu untuk menerima ajaran-ajaran yang dari
ahli-ahli filsafat sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa skeptisisme sebagai
suatu filsafat bukanlah sekedar keragu-raguan, melaiankan sesuatu yang bsa
disebut keraguan dogmatis. Seorang ilmuwan mengatakan, “saya kira masalahnya
begini dan begitu, tetapi saya tidak yakin.” Seorang yang memiliki
keingintahuan intelektual berujar, “saya tidak tahu bagaimana masalahnya,
tetapi saya akan berusaha mengetahuinya.” Seorang penganut Skeptis filosofis
mengatakan, “tak seorang pun yang mengetahui, dan tak seorang pun yang akan
bisa mengetahui.” Ini merupakan unsur dogmatisme yang menyebabkan sistem
tersebut lemah. Kaum Skeptis, tentu saja, membantah bahwa mereka secara
dogmatis menekankan mustahilnya pengetahuan, namun bantahan mereka tidak
meyakinkan.
Di masa
Helen-Romawi ada dua sekolah Skeptis. Kedua-duanya sama pendiriannya, keduanya
ragu-ragu tentang ajaran kaum klasik yang menyatakan bahwa kebenaran dapat
diketahui. Tetapi dalam hal apa yang dimaksud dengan sikap ragu-ragu itu, kedua
sekolah itu berbeda pahamnya. Sekolah yang
satu disebut kaum skeptis aliran Pyrrhon dari Elis. Pyrrhon lahir pada tahun 360 SM dan meninggal pada tahun 270 SM. Sekolah
yang kedua disebut Skeptis Akademia, karena aliran ini lahir dalam Akademia
yang didirikan oleh Plato. Aliran ini lahir kira-kira seumur orang sesudah
Plato meninggal. Untuk lebih lengkapnya, mari kita tinjau satu-persatu.
1. Skeptis Pyrrhon
Skeptisisme
sebagai ajaran dari berbagai madzhab, dikemukakan pertama kali oleh Pyrrhon,
yang pernah menjadi seradu dalam pasukan Alexandros, dan pernah bertugas
bersama pasukan itu sampai ke India. Sampai di India ia mempelajari mistik
India. Tidak begitu mendalam, tatapi cukup baginya untuk menentukan jalan
pikirannya. Tatkala ia kembali ke Elis, kota
tempat ia lahir, didirikannya sekolah filsafat. Muridnya cukup banyak. Ia
sendiri tidak pernah menuliskan filsafatnya. Tatapi ajarannya itu diketahui
orang dari uraian-uraian para pengikutnya.
Menurut Pyrrhon, kebenaran tidak dapat diduga. Kita harus sangsi terhadap
sesuatu yang dikatakan orang benar. Apa yang orang terima sebagai kebenaran,
hanya berdasarkan kepada kebiasaan yang diterima dari orang ke orang. Rupanya
saja “benar”. Karena itu orang harus sangsi terhadap hasil pikiran yang disebut
benar. Pikiran itu sendiri saling bertentangan. Hal ini cukup ternyata dalam
pengalaman.
Dari dua ucapan yang bertentangan tentang sesuatu, mestilah satu yang benar
dan yang lainnya salah. Dan untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang
salah dalam pertentangan pendapat yang begitu banyak, perlulah ada suatu
kriteria tentang kebenaran. Kriteria itulah yang tidak ada. Oleh karena itu
kebenaran tidak dapat diketahui. Maka dari itu, menurut Pyrrhon, seorang cerdik
pandai hendaklah menguasai diri jangan memberi keputusan. Menjauhkan diri dari
sikap memutus adalah jalanyang ditunjukkan Pyrrhon untuk mencapai kesenangan
hidup.
2. Skeptis Akademia
Meskipun
sekolah ini didirikan oleh Plato, tetapi generasinya tidak lagi mengusung
ajaran-ajaran Plato. Para pengikut Plato, terutama di bawah pengaruh Arkesilaos
lebih mengutamakan ajaran Plato yang bersifat negatif. Ajaran Arkesilaos
berpangkal kepada ajaran Plato yang mengatakan bahwa dunia yang kelihatan ini
adalah gambaran saja dari yang asli, bahwa pengetahuan yang didapat dari
penglihatan dan pemandangan adalah bayangan pengetahuan, bukan gambaran dari
pengetahuan yang sebenarnya. Pengetahuan yang sebenarnya tidak tercapai oleh
manusia.
Arkesilaos
dan para pengikutnya tidak sejauh kaum sketis Pyrrhon menolak kemungkinan
mencapai kebenaran. Mereka terutama menolak dogma-dogma yang dikemukakan oleh
kaum Epikuros dan kaum Stoa, bahwa segala pengetahuan berdasarkan pemandangan.
Mereka tidak menolak sama sekali kemungkinan untuk mencapai pengetahuan. Norma
pengetahuan itu ialah “kemungkinan”.
Kaum Skeptis
aliran Arkesilaos berpendapat bahwa cita-cita orang bijaksana ialah bebas dari
berbuat salah. Kaum Epikuros dan Stoa mengatakan bahwa memperoleh kebenaran
yang sungguh-sungguh dengan membentuk dalam pikiran hasil pandangan. Menurut
Arkesilaos yang seperti itu tidak mungkin. Kriteria daripada kebenaran tidak
dapat diperoleh dari pikiran manusia. Sedangkan pikiran berdasarkan kepada
bayangan saja, barang-barang yang dipikirkan itu pada dasarnya tidak dapat
dikenal.
Ketika
Arkesilaos talah meninggal, ajaran itu dihidupkan lagi oleh Karneades. Ia
mengatakan bahwa kriteria bagi kebenaran tidak ada. Pemandangan-pemandangan tak pernah dapat membedakan dengan shahih pandangan
yang benar dan pandangan salah. Tetapi sekalipun kebenaran yang sebenarnya
tidak dapat diketahui dan pengetahuan yang shahih tidak dapat dicapai, orang
tak perlu bersikap menolak terus-menerus dan menjauhkan diri dari
mempertimbangkan sesuatunya. Sebagai pegangan dalam hidup sehari-hari
dikemukakan oleh Karneades tiga tingkat “kemungkinan.” Pertama,
pemandangan itu mungkin benar. Kedua, kemungkinan itu tidak dapat dibantah.
Ketiga, kemungkinan itu tidak dapat dibantah dan telah ditinjau dari segala
sudut.
BAB II.
PERIODE RELIGI
Pada masa
etik, agama itu dianggap sebagai sesuatu belenggu yang menanam rasa takut dalam
hati manusia. Karena itu agama dipandang sebagai suatu penghalang untuk
memperoleh kesenangan hidup. Dan tujuan filsafat menurut Epikuros dan Stoa harus
merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup.
Didorong
oleh perasaan dan keadaan bangsa Yunani dan bangsa lainnya yang senantiasa
merasa tertekan di bawah kekuasaan kerajaan Roma, maka ajaran Etik tidak dapat
memberikan jalan keluar. Kemudian perasaan agamalah yang akhirnya muncul
sesudah beberapa abad terpendam dapat mengobati jiwa yang terluka. Mulai dari
sinilah pandangan filsafat berbelok arah, dari otak turun ke hati.
Keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan hidup kembali. Perasaan menyerah
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kesenangan rohani. Perasaan bimbang
hilang, cinta terikat kepada Tuhan Yang Maha Tinggi.soal rasio tidal ada lagi,
soal irasionalisme-lah yang muncul kemudian. Dengan sendirinya, fakultas
filsafat berkembang ke jurusan mistik. Perasaan mistik tidak dapat dipupuk
dengan pikiran yang rasional, melainkan dengan jiwa yang murni. Pada periode
ini, ada tiga aliran yang berperan, yaitu aliran Neo-Pythagoras, aliran Philon,
aliran Plotinus atau Neo-Platonisme. Tetapi di sini kami hanya menjelaskan dua
aliran saja, yaitu Neo Pythagoras dan Philon, karena aliran Neo Platonisme akan
dijelaskan oleh pemakalah selanjutnya.
A. Aliran
Neo Pythagoras
Dinamakan
Neo Pyithagoras karena ia berpangkal pada ajaran Pyithagoras yang mendidik
kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Yang mengajarkannya ialah mula-mula
ialah Moderatus dan Gades, yang hidup dalam abad pertama tahun masehi. Ajaran
itu kemudian diteruskan oleh Nicomachos dari Gerasa.
Untuk
mendidik perasaan cinta dan mengabdi kepada Tuhan, orang harus menghidupkan
dalam perasaannya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Makin besar jarak
itu makin besar cinta kepada Tuhan. Dalam mistik ini, tajam sekali dikemukakan
perbedaan antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan barang. Bedanya Tuhan dan manusia
digambarkan dalam mistik neo Pythagoras sebagai perbedaan antara yang
sebersih-bersihnya dengan yang bernoda. Yang sebersih-bersihnya adalah Tuhan,
yang bernoda ialah manusia.
Menurut
mereka, Tuhan sendiri tidak membuat bumi ini. sebab apabila Tuhan membuat bumi
ini , berarti ia mempergunakan barang yang bernoda sebagai bahannya. Dunia ini
dibuat oleh pembantunya, yaitu Demiourgos. Kaum ini percaya bahwa jiwa ini akan
hidup selama-lamanya dan pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun. Kepercayaan
inilah yang menjadi pangkal ajaran mereka tentang inkarnasi.
B. Philon
Alexandreia
Alexandria terletak di Mesir. Di sana bertemu antara
filsafat Yunani yang bersifat intelektualis dan rasionalis, dan pandangan agama
kaum Yahudi yang banyak mengandung mistik. Pencetusnya adalah Philon. Ia hidup
dari 25 SM, sampai 45 M. ia mencapai umur 70 tahun. Ia adalah seorang pendeta
Yahudi, karenanya filsafat yang dipelajarinya terpengaruh oleh pandangan agama.
Yang menjadi
pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan manusia dengan Tuhan. Baginya Tuhan
itu Maha Tinggi tempatnya. Tuhan hanya dapat diketahui oleh kata-kata-Nya yang
terdapat dalam kitab suci, dari alam dan dari sejarah. Tuhan sendiri tidak
dapat diketahui oleh manusia dengan panca inderanya.
Karena Tuhan itu begitu tinggi kedudukannya, perlulah ada perantara yang
menghubungkan Tuhan dengan alam. Makhluk terutama yang terdekat dengan Tuhan
ialah “Logos”. Logos itu ialah sumber dari segala cita-cita yang sebagai
pikiran Tuhan. Logos juga beredar dalam dunia yang nyata sebagai penjelmaan
dari akal Tuhan. Kewajiban manusia yang pertama, menurut mereka, ialah mengasuh
jiwa mendekati Tuhan. Kesenangan hidup sebesar-besarnya adalah mengabdi kepada
Tuhan. Tujuan tertinggi ialah bersatu dengan Tuhan.
******
Kesimpulan
Pola fikir filsafat helenisme Yunani pasca Aristoteles. Diantaranya : Epikuros, Stoa, dan Skeptis dari periode etik. Kemudian ada juga Neo Pythagoras, Philon dan Plotinus dari periode religi. Berikut
penjelasannya secara ringkas.
· Epikuros: Ia adalah filosof yang memuja
kesenangan hidup, ia menafikan dan menihilkan peran Tuhan di dunia. Menurutnya
Tuhan hanya menjadi penghalang untuk menikmati kesenangan hidup di dunia.
Karena itu, Epikuros adalah salah satu filosof yang beraliran atheis.
· Stoa: Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia.
Kriterianya tentang kebenaran relatif sama dengan Epikuros yang mengatakan
bahwa pemandangan adalah kriteria setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran.
· Skeptis: Mereka adalah madzhab filsafat yang ragu-ragu terhadap ajaran-ajaran
klasik. Menurut mereka, kebenaran tidak dapat diduga. Dan untuk memutuskan mana
yang benar dan mana yang salah dalam pertentangan pendapat yang begitu banyak,
perlulah ada suatu kriteria tentang kebenaran. Kriteria
itulah yang tidak ada.
· Aliran Neo Phytagoras: Ajarannya
berpangkal pada Pythagoras yang mendidik kebatinan dengan belajar menyucikan
roh. Mereka juga meyakini bahwa jiwa ini akan hidup selama-lamanya dan
pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun. Kepercayaan inilah yang
disebut dengan rinkarnasi.
· Aliran Philon Alexandreia: Ia adalah
seorang pendeta Yahudi, karenanya filsafat yang dipelajarinya terpengaruh oleh
pandangan agama. Yang menjadi pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan
manusia dengan Tuhan.
· Dalam Konteks Filsafat : Filsafat
bergerak semakin dekat kearah ‘keselamatan’ dan ketenangan jiwa. Filsafat juga harus membebaskan manusia dari pesimisme dan rasa takut akan
kematian. Dengan demikian batasan antara
agama dan filsafat lambat laun hilang. Secara umum, filsafat Helenisme tidak
begitu orisinal. Tidak ada Plato baru atau Aristoteles baru yang muncul di
panggung. Sebaliknya, ketiga filsuf besar itu menjadi sumber ilham bagi
sejumlah aliran filsafat.
· Dalam Konteks
Ilmu Pengetahuan : Ilmu pengetahuan Helenistik pun
terpengaruh oleh campuran pengetahuan dari berbagai kebudayaan. Kota Alexandria
memainkan peranan penting di sini sebagai tempat pertemuan antara Timur dan
Barat. Sementara Athena tetap merupakan pusat filsafat yang masih menjalankan
ajaran-ajaran filsafat Plato dan Aristoteles, Alexandaria menjadi pusat ilmu
pengetahuan. Dengan perpustakaannya yang sangat besar, kota itu menjadi pusat
matematika, astronomi, biologi, dan ilmu pengobatan.
· Dalam Konteks
Agama: Ciri umum pembentukan agama baru
sepanjang periode Helenisme adalah muatan ajaran mengenai bagaimana umat
manusia dapat terlepas dari kematian. Ajaran ini sering kali merupakan rahasia.
Dengan menerima ajaran dan menjalankan ritual-ritual tertentu, orang yang
percaya dapat mengharapkan keabadian jiwa dan kehidupan yang kekal. Suatu
wawasan menyangkut hakikat sejati alam semesta dapat menjadi sama pentingnya
dengan upacara agama untuk mendapatkan keselamatan.
Alhamdulillahirobbil’alamiin, kami penyusun panjatkan
kehadirat Alloh SWT. yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa ada halangan yang berarti.
Penyusun ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu terselesainya makalah ini,
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan. Itu semua dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penyusun. Oleh sebab itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Dan akhirnya, kepada Alloh jualah penyusun memohon,
semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Amin yaa robbal’alamiin.
Daftar Pustaka
Mohammad Hatta, Alam Pikiran
Yunani, Jakarta: Tintamas, 1986, cet. 3.
Bertrand
Russell, Sejarah Filsafat Barat; dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik
dari zaman kunohingga sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, cet. 2.
Bernard
Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, Penerjemah: Soejono
Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992, cet. 1.
Abd. Rachman
Assegaf Dr., Studi Islam Kontekstual, Yogyakarta: Gama Media, 2005, Cet.
1
Ahmad
Syadali, H. Drs. M.A., Filsafat Umum, Bandung: CV Pustaka Setia, 2004,
cet. 2.
Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Jakarta : Surya Multi Grafika, 2005
Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, Bandung : Pustaka setia, 2009
Harun Nasution,
Filsafat Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1973
Panut Panuju, Kuliah
Filsafat Islam, Lampung : Gunung Pesagi, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar