TUGAS RESUME
“AJARAN GEREJA DAN SAKRAMEN”
(Tugas ini dibuat untuk salah
satu tugas pada mata kuliah Agama Kristen)
Dosen:
Oleh
Jamiludin
1112032100023
JURUSAN ILMU PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
A. GEREJA : PENGERTIAN, SIFAT DAN
TUJUAN
PENGERTIAN
Kata “Gereja” berasal dari kata Portugis igreya, yang jika mengingat akan cara pemakaiannya sekarang ini, adalah terjemahan
dari kata Yunani kyriake[1][1], yang berarti yang menjadi milik Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan “milik
Tuhan” adalah: orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru
Selamatnya. Jadi yang dimaksud dengan “Gereja adalah persekutuan para orang
beriman”.[2][2] Menurut Alkitab, keselamatan yang dikaruniakan oleh
Tuhan Allah dengan perantaraan karya Tuhan Yesus Kristus itu pertama-tama bukan
ditujukan kepada perorangan, melainkan kepada umat Allah sebagai keseluruhan,
atau kepada umat Allah yang mewujudkan suatu kesatuan. Yang disebut anak Allah
pertama-tama adalah seluruh persekutuan orang beriman.Akan tetapi oleh karena
tiap orang beriman menjadi anggota umat Allah sebagai keseluruhan, maka dengan
sendirinya tiap orang beriman juga mendapat bagian dari keselamatan tadi.[3][3]
Istilah Yunani ekklesia
berarti pertemuan atau sidang. Kata ini umumnya dipakai bagi sidang umum dari
penduduk kota yang dikumpulkan secara resmi. Tidaklah jelas apakah pemakaian ekklesia secara Kristiani pada mulanya
diambil dari pemakian non-Yahudi atau dari pemakaian Yahudi, tapi adalah pasti
bahwa kata ini lebih mengandung arti “pertemuan” daripada “organisasi” atau
“masyarakat”. Sifat asas ekklesia
ialah setempat. Ekklesia setempat
janganlah dipandang sebagai bagian dari ekklesia
seantero dunia. Sekalipun adalah mungkin banyaknya gereja seperti banyaknya
kota bahkan banyaknya rumah tangga, namun PB hanya mengacu pada satu ekklesia, tanpa menganggap perlu
menjelaskan hubungan antara gereja yang satu dengan yang banyak itu. Gereja
yang satu itu bukanlah gabungan atau federasi dari sekian banyak gereja. Gereja
mewujudkan realitas “sorgawi” yang tidak tergolong bentuk dunia ini, tapi termasuk wawasan kemuliaan kebangkitan,
tempat Kristus ditinggikan di sebelah kanan Allah (Ef 1:20-23; Ibr 2:12;
12:23). Namun, karena ekklesia
setempat dikumpulkan bersama dalam nama Kristus dan memiliki Kristus di
tengah-tengahnya (Mat 18:20), maka ekklesia
itu merasakan kuasa zaman yang akan datang dan merupakan buah-buah sulung dari ekklesia yang eskatologis. Demikianlah
gereja setempat disebut “jemaat Allah”, yang telah dibeli dengan darah-Nya
sendiri (Kis 20:28; 1 Kor 1:2; 1 Ptr 5:2; 1 Kor 12:27).[4][4]
1.
Arti Linguistik
Kata "gereja"
sebetulnya tidak terdapat dalam Alkitab bahasa Indonesia, tetapi kata ini sama
dengan "jemaat" atau "sidang jemaat" (/TB #Mat 16:18;
18:17; Rom 16:1,5*). Kata-kata ini adalah terjemahan
dari bahasa Yunani
"ekklesia." Kata ekklesia terdiri dari kata depan "ek" yang
berarti "ke luar" dan kata kerja "kalein" yang berarti
"memanggil." Maka ekklesia berarti "orang-orang yang dipanggil ke
luar."
2. Arti Sekuler
Di
masyarakat Yunani kuno, ekklesia merupakan sebagian rakyat setempat yang
berkumpul untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mereka di bawah pimpinan
pemerintahan yang bersifat demokrasi. Dalam /TB #Kisah 19:39* istilah ini
dipakai untuk menunjukkan suatu badan politik yang bercorak demokrasi, yaitu
"Sidang Rakyat" di Efesus.
3. Arti di dalam Perjanjian Lama
Di dalam
Septuaginta (Perjanjian Lama bahasa Yunani), kata Ibrani "Qahal"
diterjemahkan sebagai "ekklesia." Qahal menunjukkan sidang bangsa
Israel di hadapan Allah. Misalnya: Jemaah/Congretation (/TB #Ul 31:30; 1Taw
29:1). Jemaah/Assembly (Hak 21:8*). Maka konsep orang Israel tentang
"jemaah" adalah perhimpunan umat Allah di bawah kedaulatan teokrasi.
Masih ada satu istilah yang mempunyai konsep ekklesia yaitu
"Sinagoge" (Synogogue) yang diterjemahkan sebagai "rumah
ibadat" (/TB #Mr 1:21-23*) atau "rumah sembahyang" (/TB #Luk
4:15-16*). Sinagoge merupakan suatu tempat di mana mereka berbakti kepada Tuhan
dan kebaktian itu berkenan dengan berdoa, membaca serta menjelaskan ayat-ayat
dalam Perjanjian Lama. Gagasan Sinagoge ini mirip dengan eklesia.
4. Arti di dalam Perjanjian Baru
Tatkala
Yesus mengatakan "Aku akan membangun jemaat-Ku (Ekklesia)" (/TB #Mat
16:18*), para murid mengetahui apa yang dimaksud dengan "jemaat-Ku."
Seolah-olah Tuhan mengatakan: "Lihatlah, orang-orang Yahudi mempunyai
jemaat dan orang Yunani juga mempunyainya. Kini Aku akan membangun
jemaat-Ku." Menurut Hall Lindsay, gereja di dalam Perjanjian Baru adalah
suatu demokrasi-teokratik, suatu lembaga yang bebas, tetapi kebebasan
mereka
berdasarkan kesetiaan kepada Kristus. Maka gereja merupakan suatu tubuh, di
mana anggota-anggota-Nya disatukan melalui kasih mereka terhadap Kristus dan
ketaatan kepada-Nya (under the Lordshipof
Christ).
SIFAT
Kata
"ekklesia" dipakai di Perjanjian Baru sebanyak 115 kali, di mana 92
kali dipakai untuk menunjukkan gereja setempat (local Chruch). Yang lain
menunjukkan gereja di dalam pengertian yang umum. Dengan demikian kita megenal
dua ganda sifat dasar gereja:
1. Dalam pengertian
umum Ekklesia
"Ekklesia"
mencakup semua orang yang beriman di dalam Kristus, tanpa menyinggung perbedaan
waktu dan lokalitas (/TB #Mat 16:18*). Inilah yang disebut dalam Pengakuan Iman
Rasuli sebagai "gereja yang kudus dan am." Gereja ini akan menjadi
realitas sewaktu Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya (/TB #Ibr 12:23; Wahy
21:22*).
2. Dalam pengertian
lokal
"Ekklessia"
merupakan gereja setempat, gereja yang berkaitan dengan waktu dan tempat dan
merupakan sebagian dari gereja yang kudus dan am.
Tatkala
Yesus mengatakan: "Aku akan membangun jemaat-Ku, kepadamu Aku berikan
kunci Kerajaan Surga" (/TB #Mat 16:18*). Di sini
"jemaat" menunjukkan gereja di dalam arti yang umum. Tetapi janji
Tuhan itu diulang di dalam /TB #Matius 18:18-20*, di mana gereja setempat pun
diberi "Kunci Kerajaan Surga.
TUJUAN
Tujuan
gereja tercantum dalam /TB #Efesus
Tha nguoi
dung noi se yeu minh toi mai thoi thi gio day toi se vui hon. Gio nguoi lac loi
buoc chan ve noi xa xoi, cay dang chi rieng minh toi.
mencapai
tujuan ini, hendaknya kita mengenal dua kata yang sering muncul di dalam
Perjanjian Baru :
1. Koinonia
Yaitu
persekutuan (Fellowship) yang mempunyai arti "sharing" di dalam
persahabatan, iman, pelayanan bahkan harta benda (/TB #Kis 2:44*).Koinonia
akan tercapai kalau kita rela diatur dan di satukan oleh Roh Kudus.
2. Diakonia
Yaitu
pelayanan orang Kristen. Hal ini dijelaskan oleh D.L. Moody sebagai berikut:
"Gereja adalah misi, tanpa misi berarti tanpa gereja. Tuhan memanggil dan
mengasingkan gereja dan keduniawian dan kemudian mengutusnya kembali ke dunia
dengan suatu misi."
Memang
bentuk organisasi dan liturgi boleh senantiasa berubah menurut kebutuhan
masing-masing tetapi tujuan gereja adalah sama yaitu melalui Koinonia dan
Diakonia kita memuliakan Tuhan.
B. GEREJA SEBAGAI TUBUH KRISTUS
Prinsip hidup
”di dalam Kristus[5][5]/tubuh Kristus” bukan hanya
dimaksudkan dalam konteks sempit yaitu menyangkut masalah pribadi dan berkaitan
dengan rohani pribadi seseorang, tetapi menyangkut juga dengan kehidupan sosial
bersama, khususnya gereja. Bagi Paulus gereja itu saja, sebagai tubuh Kristus,
dan satu Israel yang baru. Oleh karena ancaman serta perpecahan yang terjadi
merupakan hal yang sangat menyedihkan hati Paulus. Konsepsi Paulus mengenai
kesatuan meliputi kesatuan spiritual dalam Kristus/tubuh Kristus di mana tidak terdapat
perbedaan dalam hubungan dengan Allah, tetapi bukan kesatuan yang menghilangkan
semua perbedaan historis. Konsepsinya mengenai kesatuan memerlukan keutuhan
yang terus menerus antara bangsa-bangsa bukan Yahudi dan bangsa Yahudi. Iman
kepada Yahwe sebagai Allah yang esa yang universal dengan demikian memerlukan
pengakuan bersama antara orang-orang yahudi dan orang-orang bukan yahudi bahwa
mereka adalah milik Allah yang sama. Boleh dikatakan lebih lanjut bahwa setiap
usaha oleh salah satu pihak untuk menghapuskan keadaan etnik dan budaya pihak
yang lainnya akan berarti menghancurkan konsepsi khusus Paulus mengenai
kesatuan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi.[6][6]
Ungkapan tubuh Kristus dalam PB
digunakan dengan trimakna:[7][7]
1. Tubuh manusiawi dari Yesus Kristus. Ini
ditekankan dalam PB oleh para penulisnya sebagai benar-benar riil menghadapi
doketisme (menyangkal bahwa Yesus Kristus datang dalam daging adalah ’dari
antikristus’ 1 Yoh 4:2-3). Realitas tubuh Kristus adalah bukti bahwa Ia
benar-benar manusia sejati. Bahwa Sang Anak harus mengenakan tubuh manusiawi
memang maha penting bagi keselamatan (Ibr 2:14) dan teristimewa bagi pendamaian
(Ibr 10:20). Bahwa tubuh itu menjadi lain (bukan dilepaskan) pada
kebangkitan-Nya adalah jaminan dan contoh dari kebangkitan tubuh orang percaya
(1 Kor 15; Flp 3:2).
2. Roti perjamuan terakhir. Tentang ini
Kristus berfirman, ”Inilah tubuh-Ku” (Mat 26; Mrk 14; Luk 22; 1 Kor 11; 1 Kor
10:16). Kata-kata ini dalam sejarah ditafsirkan dalam dua arti: ”Itu
melambangkan korban-Ku”, dan ”Inilah Aku Sendiri”.
3.
Ungkapan yang persis dipakai Paulus dalam 1 Kor 10:16; 12:27 dan mengacu kepada
sekelompok orang percaya (bnd Rm 12:5 ’satu tubuh dalam Kristus’) dan ’tubuh’
dalam ayat-ayat tentang suatu gereja atau Gereja, yaitu 1 Kor 10:17; 12:12; Ef
1:23; 2:16; 4:4,12,16,23; Kol 1:18,24; 2:19; 3:15. Perhatikanlah bahwa
ungkapannya adalah ”tubuh Kristus”, bukan ”dari orang-orang Kristen”, dan
mengandung ari dapat kelihatan, berjemaat dan eskatologis.
Asal dari lukisan Paulus tentang
”Tubuh Kristus” ini telah dicari di pengambilan bagian secara kelompok dalam
roti perjamuan, menyatakan tubuh yang telah dipecah-pecahkan, konsepsi-konsepsi
Stoa, Kristus dianggap satu dengan orang Kristen (Kis 9:4-5; Kol 1:24).
PB menamai gereja itu dengan
beberapa istilah, yaitu gereja adalah bait Allah, bangsa Allah, Israel baru.
Tetapi istilah yang paling tepat adalah gereja sebagai tubuh Kristus. Istilah
ini sangat banyak dalam surat-surat Paulus (Ef 1:22; 5:29; Kol 1:18; 1 Kor
10:6). Dari ayat-ayat ini dinyatakan walaupun anggota tubuh dalam satu badan
yang berbeda, tapi mempunyai tugas masing-masing dan tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain. Tubuh dan kepala ialah perumpamaan yang tepat untuk
menggambarkan wujud gereja. Karl Barth menguraikan arti istilah ini melalui 4
point:[8][8]
1.
Tubuh Kristus berarti bahwa di dalam gereja ada hubungan dengan Kristus. Gereja bukan
lanjutan inkarnasi Allah. Tapi tanda itu nampak di dunia ini. Kristus telah
pernah datang berupa badan manusia, sekarang berada dalam tubuh-Nya yakni
gereja. Jadi gereja adalah tubuh duniawi dari Tuhan surgawi.
2.
Gereja dikumpulkan dan diperintahkan oleh Kristus sang kepala gereja. Gereja tidak
boleh bertindak seolah-olah ia berdiri sendiri dan tidak boleh memerintah diri
sendiri. Dari awal, gereja adalah milik Kristus dan Dia-lah yang memerintah
(Kristokrasi). Jadi gereja bukan perkumpulan orang-orang yang saleh. Gereja dijadikan oleh
Kristus dan milik Kristus.
3.
Perkataan tubuh Kristus berarti anggota gereja bukan membntuk kesatuan oleh
dorongan hati sendiri. Mereka adalah satu kesatuan. Gereja bukan gabungan
oknum-oknum yang mengakibatkan berdirinya gereja. Gereja melebihi oknum,
melebihi jumlah anggota jemaat, gereja adalah ibu orang percaya.
4.
Istilah tubuh ada kaitannya dengan suatu badan yang tampak. Jika kita lihat
gereja, kita melihat anggota jemaat, pendeta dll. Tapi masih ada yang tidak
kelihatan, yaitu iman, persekutuan. Kita percaya bahwa kita adalah anggota
jemaat yang telah dipanggil dan dibenarkan juga dihimpunkan oleh Tuhan. Kita
tidak boleh membedakan gereja yang tampak dan tidak tampak. Keduanya adalah dua
segi dari satu badan.
Gereja adalah tempat persekutuan
orang-orang yang telah dipanggil dan disucikan oleh Allah melalui karya
penebusan Yesus di kayu salib dan diutus ke dalam dunia untuk mempersaksikan
Yesus Kristus.[9][9] Gereja sebagai ”tubuh Kristus”
berarti di dalam ada hubungan yang serasi antara Kristus sebagai kepala, gereja
sebagai tubuh dan sesama anggota tubuh. Gereja sebagai tubuh Kristus terdiri
dari berbagai macam bentuk anggota akan tetapi semua macam-macam anggota
tersebut telah dipersatukan dalam tubuh Kristus dan harapan gereja sebagai
tubuh Kristus adalah untuk saling mengasihi, saling membantu dan saling
menghormati dan saling merendahkan diri di hadapan Tuhan. Gereja sebagai tubuh
Kristus dan Kristus sebagai kepala tentu ada yang menghubungkan dan
mempersatukan yaitu Roh Kudus. Hubungan kepala dan tubuh harus selalu
terkordinir agar pertumbuhan tubuh itu sehat dan baik. Gereja hanya dapat
menjadi sehat dan berguna apabila hanya Kristus benar-benar menjadi kepala
setiap warga dan segala perilaku kehidupannya, membiarkan diri diatur oleh-Nya
sebagaimana setiap bagian tubuh yang sehat patuh kepada Yesus Kristus sebagai
kepala adalah pemegang kendali pemerintahan sekaligus menjadi tujuan, sehingga
apapun yang dilakukan oleh tubuh (gereja), semata-mata untuk kepala gereja
sebagai tubuh Kristus tersangkut dengan persekutuan sesama.[10][10]
C. HUBUNGAN GEREJA DENGAN KERAJAAN
ALLAH
Di dalam Al kitab kita
mendapatkan bahwa Yesus sendirilah yang pertama kali menggunakan kata Gereja
atau Jemaat. Dalam Matius 16:16-18, ketika pertama kali Kristus berbicara
mengenai gereja, yang Ia maksudkan adalah Gereja atau Jemaat yang Universal,
yang sesungguhnya tidak keliatan oleh mata manusia. Atas dasar pernyataan Yesus
ini maka dapat di sebutkan bahwa gereja adalah:
1.
Milik Kristus;
2.
Hanya ada satu (kata gereja di sini tidak di tulis dalam bentuk jamak);
3.
Didirikan oleh Kristus sendiri;
4.
Dibangun atas Batu Karang (pondasi rohani), yaitu Yesus Kristus;
5.
Akan mengalahkan alam maut;
6.
Memiliki kunci kerajaan surga;
7.
Akan memiliki kuasa untuk mengikat dan melepaskann, baik dibumi maupun
di sorga.
Jelaslah bahwa diantara Kerajaan Allah dan Gereja
terdapat hubungan yang erat, karena Kristus telah memberikan kunci kerajaan
surge kepada gereja.
George E. Ledd menyatakan bahwa Kerajaan Allah harus
dianggap sebagai pemerintahan Allah.Gereja dengan demikian merupakan kumpulan
orang yang berbeda dibawah pemerintahan Allah.Kerajaan Allah adalah
kepemimpinan Allah, sedangkan gereja merupakan masyarakat yang berbeda dibawah
kepemimpinan tersebut. Lima butir dasar hubungan di antara Kerajaan Allah
dengan Gereja, yaitu:
1. Gereja bukan Kerajaan Allah.
2. Kerajaan Allah mendirikan Gereja.
3. Gereja menyaksikan kerajaan Allah.
4. Gereja merupakan alat Kerajaan Allah.
5. Gereja adalah pemelihara-penjaga kerajaan Allah.
Jadi, Gereja meruapakan manifestasi dari kerajaan atau pemerintahan
Allah. Gereja merupakan bentuk pemerintahan Allah tersebut dimuka bumi ini.
Gereja merupakan manifestasi pemerintahan Allah yang berdaulat di dalam hati
kita, dimana kehendak Allah dilaksanakan.
(Erickson, Millard J., 1985. Christian Theology. Edisi Indonesia diterjemahkan
(1998), 3 jilid, Penerbit Gandum Mas: Malang)
D. PENGERTIAN SAKRAMEN
Sakramen beararti suatu kenyataan
yang tampak yang meghadirkan rahmat penyelamataan Allah. Dengan kata lain,
sakramen adalah suatu “tanda” yang tampak dari karya Allah yang tidak tampak.
Orang-orang
Kristiani yankin bahwa keberadaan Gereja (jemaat Kristiani) di dunia ini
menandakan karya yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh Allah bagi umat
manusia melalui manusia Yesus. Karya Allah, yaitu karya rekonsiliasi/pendamaian
(medamaikan manuisa dengan Allah dan manusia dengan manusia) dan karya
pengudusan (membuat manusia menjadi
kudus, yaitu hidup dalam kasih dan ketaatan kepada Allah), berlanngsung di
dalam dan di luar Gereja Kristiani (misalnya, Allah berkarya pula dalam umat
Islam). Keberadan Gereja menjadi saksi karya pendamaian dan pengudusan yang
dilakukan Allah dalam sejarah dan menunjukan cara Allah – menurut keyakinan
Kristiani – melaksanakan penyelamatan umat manusia.
Orang-orang
Kristiani yakin bahwa Kristus yang telah bangkit hidup didalam dan bersama
dengan umat-Nya dan senantiasa melakukan hal yang sama seperti yang telah Ia
lakukan dalam hidup Nya di Palestina: mengajar,
berdoa, member makan, menghibur, mengampuni, menderita, dan mati di
bunuh. Aktifitas yang tidak nampak ini dibuat tampak dalam kehidupan umat
melalui penerimaan sakramen-sakramen. Dengan kata lain, ketika orang Kristiani
mengambil bagian dalam penerimaan sakramen, ia percaya bahwa ia berjumpa dengan
Kristus yang telah bangkit yang menawarkan rahmat penyelamatan Allah.
Hampir
semua orang Kristiani sependapat bahwa sakramen yang utama ada dua, yaitu:
Sakramen Baptis dan Ekaristi. Disamping sakramen yang utama ini, orang-orang
Kristiani Ortodoks dan Katolik meyakini ada lima sakramen yang lain, sehingga
semuanya ada tujuh sakramen. Gereja-gereja Protestan bervariasi dalam hal jumlah sakramen yang
mereka akui, tetapi kebanyakan menerima ada dua sakramen utama, yaitu Baptis
dan Ekaristi (Perjamuan Kudus). Sedikit saja Gereja Protestan, misalnya
“Quakers” (Penggoncang) dan “Salavation Army” (Bala Keselamatan) yang sama
sekali tidak mempunyai sakramen.( Thomas Michel S. J . 2001, hal, 78-79)
E. SAKRAMEN DALAM GERJA ROMA KHATOLIK DAN KRISTEN PROTESTAN
SAKRAMEN KHATOLIK
Gereja-Gereja
Katolik, Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, Assyria, Anglikan, Methodis,
dan Lutheran yakin bahwa sakramen-sakramen
bukan sekedar simbol-simbol belaka, melainkan "tanda-tanda atau
simbol-simbol yang mengeluarkan apa yang dilambangkannya", jadi,
sakramen-sakramen, di dalamnya dan dari padanya, yang dilayankan dengan benar,
digunakan Allah sebagai
sarana untuk mengkomunikasikan rahmat bagi umat beriman yang menerimanya.
Dalam
tradisi Kekristenan Barat, sakramen kerap diartikan sebagai tanda yang
terlihat, yakni kulit luar
yang membungkus isinya, yaitu rahmat rohaniah (walaupun tidak semua sakramen
diterima semua Gereja sebagaisakramen). Ketujuhsakramen
adalah Pembaptisan, Krisma (atau Penguatan), Ekaristi (Komuni), Imamat (Pentahbisan), Rekonsiliasi (atau
Pengakuan Dosa), Pengurapan orang
sakit (Minyak Suci), dan Pernikahan.
Kebanyakan dari sakramen-sakramen ini digunakan sejak masa apostolik dalam
Gereja, tetapi perkawinan, misalnya, baru diakui sebagai suatu sakramen
pada abad pertengahan.Beberapa
Gereja tidak menganggap beberapa dari sakramen di atas sebagai sakramen.
Beberapa Gereja yang lain, misalnya Gereja Anglikan dan Kaum Katolik-Lama
(bukan Gereja Katolik), menganggap dua sakramen ketuhanan dalam Injil,
yaitu Pembaptisan dan Ekaristi, sebagai "sakramen-sakramen yang
diperintahkan, yang mendasar, dan yang utama, yang dianugerahkan bagi
keselamatan kita," serta menganggap kelima ritus sakramental lainnya
sebagai "sakramen rendah" yang merupakan turunan dari kedua sakramen
utama tadi.
Sudah
jelas bahwa Gereja-Gereja, denominasi-denominasi, dan sekte-sekte Kristen tidak
sepaham dalam hal jumlah dan pelaksanaan sakramen, namun umumnya
sakramen-sakramen diyakini telah dilembagakan oleh Yesus.Pihak
yang tidak percaya pada teologi sakramental menyebut
ritus-ritus tersebut — atau setidak-tidaknya ritus-ritus yang mereka gunakan —
terutama pembaptisan dan Komuni,
sebagai "ordinansi."Sakramen-sakramen biasanya dilayankan oleh klerus
bagi satu atau lebih penerima, dan umumnya difahami melibatkan unsur-unsur yang
terlihat dan yang tak terlihat. Unsur yang tak terlihat (yang bermanifestasi di
dalam diri) dianggap terjadi berkat karya Roh Kudus,
rahmat Allah bekerja di dalam diri para penerima sakramen, sedangkan unsur yang
terlihat (atau yang tampak dari luar) meliputi penggunaan benda-benda sepertiair, minyak, roti,
serta roti dan anggur yang
diberkati atau dikonsekrasi; penumpangan tangan; atau suatu kaul(sumpah)
penting tertentu yang ditandai dengan suatu pemberkatan umum (seperti pada
pernikahan dan absolusi).
Sakramen
dalam Gereja Katolik
Ketujuh
sakramen adalah sebagai berikut:
Beberapa
Gereja menggunakan nama-nama lain untuk menyebut sakramen-sakramen yang mereka
akui, misalnya Krisma (Bahasa Inggris:
Chrismation, Bahasa Italia: Crezima)
adalah sebutan Gereja Ortodoks untuk
menyebut ritus penerimaan meterai Roh Kudus (Sakramen Penguatan); dan
Gereja-Gereja Protestan di Indonesia lebih umum menggunakan sebutan Sakramen
Perjamuan Kudus atau Sakramen Meja Tuhan dari pada Sakramen Ekaristi atau
Komuni Suci.
Selain
ketujuh sakramen di atas, beberapa golongan Kristen (khususnya golongan
Anabaptis dan kelompok-kelompok Persaudaraan) mengakui upacara pembasuhan kaki
sebagai sakramen (lihat Injil Yohanes 13:14), dan beberapa golongan Kristen
lainnya (Misalnya Polish National Catholic Church of America) ingin agar
mendengarkan Pembacaan Injil dianggap sebagai suatu sakramen pula. Jumlah, nama
dan makna sakramen-sakramen serta penambahan sakramen-sakramen baru
berbeda-beda antara satu denominasi dengan denominasi lainnya.
Beberapa Gereja Protestan menganggap
misteri-misteri “injili,” atau “dominikal,” yakni Pembaptisan dan Ekaristi
sajalah yang merupakan sakramen, karena hanya keduanya yang langsung
dilembagakan oleh Yesus sendiri, seperti tertulis dalam Injil-Injil. Kelima
ritus lainnya dianggap bukan sakramen bersarkan Kitab Perjanjian Baru. Jadi,
meskipun hampir semua Gereja Protestan menyelenggarakan upacara akad nikah, dan
banyak pula yang menahbiskan pejabat-pejabat Gerejanya dalam upacara
Pentahbisan, Gereja-Gereja Kristen ini menganggap ritus-ritus tersebut sebagai
ordinansi (upacara/ibadah khusus) atau Sarana-Sarana Rahmat, bukannya sakramen.
Pandangan
Gereja-Gereja dalam Komuni Anglikan berbeda-beda
dalam hal ini. Artikel ke-39 dalam Buku Doa Bersama (Book of Common Prayer)
tahun 1662 menyatakan bahwa Pembaptisan dan Komuni Suci adalah dua sakramen
dominikal yang diakui dalam Gereja Inggris, dan kelima praktek lainnya dianggap
"secara umum disebut sakramen." Kaum Anglo-Katolik (anggota Komuni
Anglikan) senantiasa mengakui angka tujuh sebagai jumlah sakramen. Katekismus
Gereja Episkopal di Amerika Serikat (anggota Komuni Anglikan), versi revisi
lengkap tahun 1979, menyatakan: "Allah tidak membatasi diri-Nya dengan ritus-ritus
ini; ritus-ritus tersebut adalah pola-pola dari cara-cara yang tak terhitung
jumlahnya di mana Allah menggunakan hal-hal yang bersifat material untuk
menjangkau kita."
Berbagai
Gereja bertradisi Katolik juga mengenal sakramental, yakni tindakan
penyembahan yang berbeda dari layaknya sakramen-sakramen, namun juga merupakan
sarana-sarana rahmat. Benda-benda seperti rosario (tasbih), berbagai macam
skapulir dan medali suci termasuk dalam sakramental.
Ketujuh
sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik, pada umumnya juga diterima oleh Gereja Ortodoks
Timur dan Gereja Ortodoks Oriental serta
banyak Gereja dari Komuni Anglikan, akan tetapi Gereja-Gereja ini tidak
membatasi jumlah sakramen sampai tujuh saja, karena yakin bahwa apapun yang
diperbuat oleh Gereja selaku Gereja dalam beberapa segi adalah sakramental.
Untuk lebih akuratnya, bagi Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental
istilah “Sakramen” adalah suatu faham Barat yang berusaha mengklasifikasikan
sesuatu yang tidak mungkin diklasifikasikan.Mereka lebih suka menggunakan
istilah “Misteri”, karena “Bagaimana hal itu mungkin terjadi” tak dapat
difahami oleh manusia. Allah menyentuh kita melalui sarana-sarana material
seperti air, roti, minyak, kemenyan, lilin, altar, ikon, dst. Bagaimana Allah
melakukannya merupakan suatu misteri. Dalam makna luasnya, misteri-misteri
(sakramen) merupakan suatu penegasan akan kebaikan benda-benda ciptaan, dan
merupakan suatu deklarasi empatik dari maksud penciptaan benda-benda tersebut.
Dalam makna yang lebih spesifik, meskipun tidak secara sistematik membatasi
misteri-misteri dalam jumlah tujuh, Misteri yang paling agung tanpa diragukan
lagi adalah Ekaristi, yang di dalamnya orang-orang yang mengambil bagian,
dengan berpartisipasi dalam liturgi serta menerima roti dan anggur yang sudah
dikonsekrasi, yang diyakini telah menjadi tubuh dan darah Kristus sendiri,
secara langsung berkomuni (masuk dalam persekutuan) dengan Allah. Adanya
kekurangjelasan tersebut dipandang Gereja Ortodoks sebagai kesalehan dan sikap
hormat terhadap sesuatu yang mendalam dan tak terfahami.Gereja Ortodoks tidak
ingin mencoba menggolong-golongkannya ke dalam jenjang-jenjang apapun karena
tindakan tersebut dipandang sebagai tindakan buang-buang waktu yang tidak perlu
terjadi dan tidak berfaedah.
Pendekatan
ini merupakan karakteristik teologi Ortodoks pada umumnya, dan kerap disebut
"apofatik," artinya setiap dan semua pernyataan positif mengenai
Allah dan hal-hal teologis lainnya harus diimbangi dengan pernyataan-pernyataan
negatif. Misalnya, meskipun bahwasanya benar dan tepat untuk mengatakan bahwa
Allah itu ada, atau bahkan bahwa Allah adalah satu-satunya yang sungguh-sungguh
ada, pernyataan-pernyataan semacam itu harus difahami juga mengandung gagasan
bahwa Allah melampaui apa yang biasanya difahami dengan istilah
"ada."
Meskipun
demikian, para teolog Ortodoks menulis juga mengenai adanya tujuh misteri
(sakramen) "utama."
Gereja Bala Keselamatan tidak
mempraktekkan sakramen-sakramen formal dengan berbagai macam alasan, termasuk
adanya keyakinan bahwa adalah lebih baik bila berkonsentrasi pada realitas di
balik simbol-simbol; meskipun demikian, Gereja ini tidak melarang warganya
untuk menerima sakramen-sakramen di denominasi-denominasi lain[1].
Kaum
Quaker tidak mempraktekkan sakramen-sakramen formal, karena percaya bahwa
segala aktivitas semestinya dipandang suci.
SAKRAMEN PROTESTAN
Bagi Gereja Protestan, kata "menjadi perantara" atau
"menyalurkan" digunakan hanya dengan pemahaman bahwa sakramen adalah
suatu simbol atau peringatan yang terlihat dari rahmat yang tak terlihat.
Gereja-Gereja Pentakosta klasik, kaum Injili, Nazarin dan Fundamentalis, menganut suatu bentuk imamat yang unik. Karena
alasan ini, kebanyakan dari mereka lebih suka menggunakan istilah “Fungsi
Imamat” atau “Ordinansi”. Keyakinan ini menjadikan ordinansi efektif dalam hal
ketaatan dan partisipasi orang-orang percaya serta kesaksian pimpinan dan
anggota jemaat. Cara pandang ini bersumber dari pengembangan konsep
"imamat setiap orang percaya". Kegiatan ordinansi lebih ditekankan
peran imamat dari pada peran sakramentalnya sehingga ordinansi lebih dipandang
sebagai suatu tindakan pengorbanan yang dipersembahkan oleh orang-orang percaya
dari pribadinya masing-masing, dari pada sebagai suatu ritual yang mengandung
kuasa sendiri.
F. JENIS-JENIS DAN MAKNA SAKRAMEN
Kristus sudah mempercayakan
Sakramen-Sakramen kepada Gereja-Nya. Sakramen-Sakramen itu adalah
Sakramen-Sakramen ”Gereja” dalam arti ganda: Sakramen-Sakramen itu ”dari
Gereja” sejauh merupakan tindakan Gereja, yang pada gilirannya merupakan
Sakramen tindakan Kristus, dan ”untuk Gereja” sejauh Sakramen-Sakramen itu
membangun Gereja.(Kompendium KGK)
G. SAKRAMEN SEBAGAI DOKTRIN
PENYELAMATAN
Sakramen menjadi Lambangserta
Sarana Penyelamatan
Penyelamatan manusia merupakan kehendak Allah dan itu diwujudkandan dilaksanakan dalam Yesus Kristus.
Yesus Kristus menjadi sakramen induk, artinya dalam dialah terjadi sejarah penyelamatan Allah.Kristus
menjadi lambang dan sarana Allah yang menyelamatkan
umat manusia.Yesus Kristus merpakan kehadiran Allah sendiri ditengah umatNya, kehadiran yang menyelamatkan dan menebus
kita. (Kis 4:12). Kristus menjadi simbol dan tanda yang hidup darikehadiran Allah dan sekaligus
menghadirkan keselamatan yang hanya berpangkal dan mungkin
dikerjakan oleh Allah saja.
Sekarang, tindak penyelamatan Allah itu dilanjutkan oleh Allah dalam Gereja,
Tubuh Kristus.Gereja didirikan oleh Kristus bukan untukdirinya sendiri, tetapi untuk tujuan penyelamatan itu.Gereja menjalankan fungsi
penyelamatan yang diembannya dalam Roh Kudusyang dijanjikan Kristus.Gereja merupakan tanda dan tempatkehadiran
Kristus. Gerejaadalah tanda kehadiran Allah yangmenyelamatkan sebagaimana terlaksana
dalamYesus Kristus.Olehkarena itu,
Gereja juga disebut sakramen dasar karena Kristus.Kalau demikian, Gereja menjadi
lambang dan sarana penyelamatanAllahyang terwujuddalamKristus.
Pelaksanaan tindak penyelamatan Allah dalam Yesus melalui Gerejaitu secara konkret terjadi dalam liturgi baptis, ekaristi,
krisma, tobat, minyak suci, tahbisan dan perkawinan. Dari segi
Gereja, sakramen-sakramen ini merupakan konkretisasi dari Gereja
sebagai sakramen dasar. Dengan perayaan sakramen, maka terungkaplah,
ditampilkanlah, dan terlaksanalah apa yang disebut
Gereja (SC 2). Gereja adalah kumpulan umat beriman dan kumpulan itu secara
jelas menampilkan dirinya dalam perayaan liturgi sakramen (bdk.LG 26).Dari segi dinamika penyelamatan Allah, maka
sakramen-sakramen itumenjadi
lambang dan sarana penyelamatan itu. Lambang di sini
dalam arti simbol ekspresif, tanda yang sekaligus
menjalankan apayang ditandakan. Saranaberarti menjadialat.
Berkaitan dengan daya guna sakramen-sakramen itu, perlu diperhatikan bahwa dayaguna
sakramen menjadi real dan terwujudjika penerima memiliki intentio recioiendi
quod facit ecclesia (penerima punya maksud menerima apa yang dibuat
Gereja), sedang demi sahnya pelayan sakramen juga harus memiliki intentio faciendi quod
facit ecclesia (ia punya kehendak dan bertindak sesuai yangdimaui Gereja), serta simbol
sakramennya sah. Kalau disposisinya belum penuh,
kita mengenal reviviscentia sacramentorum.
H. HUBUNGAN ANTARA GREJA DENGAN
SAKRAMEN
Sakramen-sakramen Gereja ini tak dapat dipisahkan dari ibadat atauliturgi Gereja, karena semua sakramen-sakramen adalan
bentuk-bentuk ibadat Gereja; yaitu mereka merayakan misteri penyelamatan Allah
melalui Kristus.Melalui tanda-tanda, mereka menghasilkan rahmat yang sesuatu dengan masing-masing sakramen bagi
pribadi-pribadi yang merayakansakramen-sakramenini.
Sejarah keselamatan adalah sejarah perjumpaan personal Allahdengan manusia dan penyingkapan
rencana keselamatanNya dalam sejarah. Perjumpaan personal Allah dengan manusia ini, yanginisiatifnya datang dari Allah dan hanya dari Dia,
telah terpenuhi sekali untuk selamanya dalam Yesus Kristus : dalam
satu Pengantara jarak tak terbatas yang memisahkan
manusia dari Allah telah dijembatani; melalui
misteri Paskah Kristus semua manusia telah diselamatkan dan dipersatukan dengan Allah. Namun, misteri itu yangterpenuhi
sekali untuk selamanya masih harusdihadirkan dan operatifdi segala zaman dan segala tempat, dan dampak
penyelematanNya harus menyentuh semua orang.Perayaan
sakramen-sakramen merupakan sarana khusus yang ditetapkan oleh Kristus dandipercayakanNya pada Gereja, yang olehnya
misteri penyelamatan menjadi, bagi setiap zaman sampai pada akhir
zaman, sebuah realitas yang hidup dan bisa
disentuh.Melalui sakramen-sakramen, misteri Kristus selalu aktual dan efektif.Kristus yang telah
mati danbangikit hadir di dalamnya dan melaksanakan
melalui sakramen-sakramen itu daya keselamatanNya.Dalam sakramen-sakramen, manusiasampai pada sentuhan personal dengan Tuhan yang bangkitdan karya penyelamatanNya. Tanda-tanda manusiawi yang sederhanayang dari dirinya
sendiri tak pernah dapat memiliki suatu daya
kekuatan yang berdaya supranatural telah menjadi
sarana rahmat Allah karena Kristus telah menetapkannya melalui
Gereja menjadi ungkapan indrawi dari kehendak pengudusanNya.
Dengan demikian, ada dua
penegasan fundamental berkaitan denganajaran
Gereja tentang Sakramen.Pertama, Gereja adalah tempatmenyimpan tanda-tanda yang ditetapkan
oleh Kristus, yangdipercayakanNya pada Gereja
supaya dipelihara dan dirayakan dengansetia.Kedua, tanda-tanda ini, karena mereka adalah tanda-tandatindakan Kristus yang mulia, merupakan tanda-tanda yang berdaya
rahmat. Dirancang olehNya untuk mengkomunikasikan penyelamatanNya dan dianggapNya
sebagai tindakanNya sendiri,tanda-tanda itu tidak dihalangi dalam validitas mereka olehkelemahanmanusiawi dari parapelayannya,
sejauh merekabermaksud untuk mengkomunikasikan apa yang telahdipercayakan Kristus pada Gereja.Penerimaan akan tanda-tanda itu yang berbuah limpah tidak tergantung pada disposisi mereka yang merayakannya.
Selama berabad-abad, Gereja telah berkembang dalam kesadaran eksplisit akan kehidupan
sakramentalnya. Doktrin sakramentalnya telah mengembangkan pelaksanaan
kehidupan sakramentalnya; secara khusus, doktrin tentang jumlah tujuh sakramen
secara eksplisit telah ditetapkan kurang lebih sejak periode-periode
awal.Setelah lama dimiliki secara tenang, doktrin sakramental Gereja secara
serius ditantang pertama kali oleh kaum reformasi.Gereja mempertahankan khasanah
kesuciannya dan menegaskan denganjelas daya guna obyektif yang melekat pada sakramen-sakramen yangditetapkan Kristus. Namun, dalam
proses penekanan daya guna ex opere operato dari tanda-tanda sakramental, teologi post Trente
telah, secara luas, kehidulangan pandangan akan aspek personalnya. Hal ini ditekankan
kembali pada tahun-tahun belakangan ini :
sakramen-sakramen adalah perjumpaan personal Kristus denganmanusia dalam tanda-tanda Gereja. Maknanya bagi kehidupan
Gerejajuga mendapatkan penekanan
baru : sebagai ungkapan kelihatan danaktualitas yang terus
menerus dari misteri Kristus, sakramen-sakramen adalah juga suatu
manifestasi atau epifani dari misteri
Gereja.
KESIMPULAN
GEREJA DAN SAKRAMEN
Etimologi
Gereja berasal dari bahasa Portugis: igreja, yang berasal
dari bahasa Yunani: εκκλησία (ekklêsia)
yang berarti dipanggil keluar (ek=
keluar; klesia dari kata kaleo= memanggil); kumpulan orang
yang dipanggil ke luar dari dunia memiliki beberapa arti:
- Arti
pertama ialah 'umat', atau lebih tepat, 'persekutuan' orang Kristen. Arti ini
diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi,
gereja pertama-tama bukanlah sebuah gedung.
- Arti
kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa
bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel,
maupun tempat rekreasi.
- Arti
ketiga ialah mazhab (aliran)
atau denominasi dalam
agama Kristen. Gereja Katolik, Gereja Protestan, dan
lain-lain.
- Arti
keempat ialah lembaga
(administratif) daripada sebuah mazhab Kristen. Contoh
kalimat “Gereja menentang perang Irak”.
- Arti
terakhir dan juga arti umum adalah sebuah “rumah ibadah”
umat Kristen, di mana
umat bisa berdoa atau bersembahyang.
Sakramen
Beberapa Gereja
menggunakan nama-nama lain untuk menyebut sakramen-sakramen yang mereka akui,
misalnya Krisma (Bahasa Inggris: Chrismation, Bahasa Italia:
Crezima) adalah sebutan Gereja Ortodoks untuk menyebut ritus penerimaan
meterai Roh Kudus (Sakramen Penguatan); dan Gereja-Gereja Protestan di Indonesia lebih umum menggunakan
sebutan Sakramen Perjamuan Kudus atau Sakramen Meja Tuhan dari pada Sakramen
Ekaristi atau Komuni Suci.
Selain ketujuh sakramen di atas,
beberapa golongan Kristen (khususnya golongan Anabaptis dan kelompok-kelompok
Persaudaraan) mengakui upacara pembasuhan kaki sebagai sakramen (lihat Injil
Yohanes 13:14), dan beberapa golongan Kristen lainnya (Misalnya Polish National
Catholic Church of America) ingin agar mendengarkan Pembacaan Injil dianggap
sebagai suatu sakramen pula. Jumlah, nama dan makna sakramen-sakramen serta
penambahan sakramen-sakramen baru berbeda-beda antara satu denominasi dengan
denominasi lainnya.
Beberapa Gereja Protestan menganggap
misteri-misteri “injili,” atau “dominikal,” yakni Pembaptisan dan Ekaristi
sajalah yang merupakan sakramen, karena hanya keduanya yang langsung
dilembagakan oleh Yesus sendiri, seperti tertulis dalam Injil-Injil. Kelima
ritus lainnya dianggap bukan sakramen bersarkan Kitab Perjanjian Baru. Jadi,
meskipun hampir semua Gereja Protestan menyelenggarakan upacara akad nikah, dan
banyak pula yang menahbiskan pejabat-pejabat Gerejanya dalam upacara
Pentahbisan, Gereja-Gereja Kristen ini menganggap ritus-ritus tersebut sebagai
ordinansi (upacara/ibadah khusus) atau Sarana-Sarana Rahmat, bukannya sakramen.
Pandangan Gereja-Gereja dalam Komuni
Anglikan berbeda-beda dalam hal ini. Artikel ke-39 dalam Buku Doa
Bersama (Book of Common Prayer) tahun 1662 menyatakan bahwa Pembaptisan dan
Komuni Suci adalah dua sakramen dominikal yang diakui dalam Gereja Inggris, dan
kelima praktek lainnya dianggap "secara umum disebut sakramen." Kaum
Anglo-Katolik (anggota Komuni Anglikan) senantiasa mengakui angka tujuh sebagai
jumlah sakramen. Katekismus Gereja Episkopal di Amerika Serikat (anggota Komuni
Anglikan), versi revisi lengkap tahun 1979, menyatakan: "Allah tidak
membatasi diri-Nya dengan ritus-ritus ini; ritus-ritus tersebut adalah
pola-pola dari cara-cara yang tak terhitung jumlahnya di mana Allah menggunakan
hal-hal yang bersifat material untuk menjangkau kita."
Berbagai Gereja bertradisi Katolik
juga mengenal sakramental, yakni tindakan penyembahan yang berbeda dari
layaknya sakramen-sakramen, namun juga merupakan sarana-sarana rahmat.
Benda-benda seperti rosario (tasbih), berbagai macam skapulir dan medali suci
termasuk dalam sakramental.
Ketujuh sakramen yang diakui oleh
Gereja Katolik, pada umumnya juga diterima oleh Gereja
Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental serta banyak
Gereja dari Komuni Anglikan, akan tetapi Gereja-Gereja ini tidak membatasi
jumlah sakramen sampai tujuh saja, karena yakin bahwa apapun yang diperbuat
oleh Gereja selaku Gereja dalam beberapa segi adalah sakramental. Untuk lebih
akuratnya, bagi Gereja Ortodoks
Timur dan Gereja Ortodoks Oriental istilah
“Sakramen” adalah suatu faham Barat yang berusaha mengklasifikasikan sesuatu
yang tidak mungkin diklasifikasikan. Mereka lebih suka menggunakan istilah
“Misteri”, karena “Bagaimana hal itu mungkin terjadi” tak dapat difahami oleh
manusia. Allah menyentuh kita melalui sarana-sarana material seperti air, roti,
minyak, kemenyan, lilin, altar, ikon, dst. Bagaimana Allah melakukannya merupakan
suatu misteri. Dalam makna luasnya, misteri-misteri (sakramen) merupakan suatu
penegasan akan kebaikan benda-benda ciptaan, dan merupakan suatu deklarasi
empatik dari maksud penciptaan benda-benda tersebut. Dalam makna yang lebih
spesifik, meskipun tidak secara sistematik membatasi misteri-misteri dalam
jumlah tujuh, Misteri yang paling agung tanpa diragukan lagi adalah Ekaristi,
yang di dalamnya orang-orang yang mengambil bagian, dengan berpartisipasi dalam
liturgi serta menerima roti dan anggur yang sudah dikonsekrasi, yang diyakini
telah menjadi tubuh dan darah Kristus sendiri, secara langsung berkomuni (masuk
dalam persekutuan) dengan Allah. Adanya kekurangjelasan tersebut dipandang
Gereja Ortodoks sebagai kesalehan dan sikap hormat terhadap sesuatu yang
mendalam dan tak terfahami. Gereja Ortodoks tidak ingin mencoba
menggolong-golongkannya ke dalam jenjang-jenjang apapun karena tindakan
tersebut dipandang sebagai tindakan buang-buang waktu yang tidak perlu terjadi
dan tidak berfaedah.
Pendekatan ini merupakan
karakteristik teologi Ortodoks pada umumnya, dan kerap disebut
"apofatik," artinya setiap dan semua pernyataan positif mengenai
Allah dan hal-hal teologis lainnya harus diimbangi dengan pernyataan-pernyataan
negatif. Misalnya, meskipun bahwasanya benar dan tepat untuk mengatakan bahwa
Allah itu ada, atau bahkan bahwa Allah adalah satu-satunya yang sungguh-sungguh
ada, pernyataan-pernyataan semacam itu harus difahami juga mengandung gagasan
bahwa Allah melampaui apa yang biasanya difahami dengan istilah
"ada."
Meskipun demikian, para teolog
Ortodoks menulis juga mengenai adanya tujuh misteri (sakramen)
"utama."
Gereja Bala Keselamatan tidak mempraktekkan
sakramen-sakramen formal dengan berbagai macam alasan, termasuk adanya
keyakinan bahwa adalah lebih baik bila berkonsentrasi pada realitas di balik
simbol-simbol; meskipun demikian, Gereja ini tidak melarang warganya untuk
menerima sakramen-sakramen di denominasi-denominasi lain[1].
Kaum Quaker tidak mempraktekkan
sakramen-sakramen formal, karena percaya bahwa segala aktivitas semestinya
dipandang suci.
Arti Penting Sakramen
Umat Kristiani umumnya percaya
bahwa sakramen secara langsung memengaruhi keadaan jiwa di alam baka. Sinode Missouri
dari Gereja Lutheran menitikberatkan sakramen
Pembaptisan. Mereka kerap sependapat dengan Santo Agustinus dari Hippo bahwa
semua orang yang tidak dibaptis akan masuk ke neraka bila meninggal dunia, bahkan
juga bayi. Di lain pihak, umat Katolik diizinkan percaya bahwa bayi-bayi yang
meninggal tanpa dibaptis masuk ke limbo. Jika Gereja Protestan menitikberatkan Pembaptisan, umat Katolik justru percaya bahwa
sakramen-sakramen lainnya juga diperlukan untuk mencegah agar umat beriman
jangan sampai masuk ke neraka. Rekonsilisasi, misalnya, diperlukan bila
seseorang telah berbuat dosa yang membawa maut (zina, membunuh, cabul,
tidak menghadiri Misa pada hari minggu karena keinginan sendiri, memberikan
kesaksian palsu, tidak beriman, penggunaan alat kontrasepsi) seperti melewatkan
Ekaristi tanpa alasan yang benar. Dalam Gereja Katolik, sakramen-sakramen dapat
pula mengurangi penderitaan seseorang di purgatorium (api penyucian).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Lose
Bernard, Pengantar sejarah dogma Kristen,
(PT BPK Gunung Mulia, Jl. Kuintang 22, Jakarta 10420)
2. Baker,
david L, Satu Al Kitab dua Perjanjian, (PT BPK Gunung Mulia, Jl. Kuintang 22,
Jakarta 10420)
5. James,
Bar, Al Kitab di Dunia Modern
6. http://www.kristenkatolik.com
Kata
kyriake sebagai sebutan bagi
persekutuan para orang yang menjadi milik Tuhan, belum terdapat di dalam
PB.Istilah ini baru dipakai pada zaman sesudah zaman para rasul, yaitu sebagai
sebutan Gereja sebagai suatu lembaga dengan segala peraturannya.Di dalam PB
kata yang dipakai untuk menyebutkan persekutuan para orang beriman adalah
ekklesia, yang berarti rapat atau
perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul.Mereka
berkumpul karena dipanggil atau dikumpulkan.
Harun
Hadiwijono,
Iman Kristen, Jakarta:
BPK-GM, 2009, hlm. 362
Ibid, hlm. 362-363. Ingat kepada tubuh
dengan segala anggota-anggotanya: tubuh bukan terdiri dari tangan yang hidup,
kaki yang hidup, dada yang hidup, dan sebagainya, yang kemudian dikaitkan yang
satu dengan yang lain, tetapi seluruh tubuh mendapat hidup, dan oleh karena itu
segala bagiannya hidup juga.
F.J.A
Hort,
“Gereja”, dalam
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I: A-L,
J.D. Douglas (ed.), Jakarta: YKBK/OMF, 2008, hlm. 334
Paulus
melihat pemahaman
en-Kristo
ditunjukkan dalam keseluruhan gereja, di mana itu adalah keseluruhan di dalam
Kristus.
Bukan hanya gereja tetapi
semua anggota di dalam gereja itu adalah di dalam Kristus. Dan itu menunjuk
kepada Kristus. Sebab di dalam, dijelaskan bahwa di dalam Kristus kita tidak
ada perbedaan, semua orang adalah satu tubuh yang disebut sebagai tubuh Kristus
(Gal 2:28). Ungkapan “di dalam Kristus” dimaksudkan untuk suatu perubahan
radikal yang terjadi pada saat ketika seseorang menjadi Kristen. Akan tetapi “di dalam Kristus” jauh lebih
berarti dari sekedar ungkapan lain bagi “Kristen”. Secara hidup ungkapan ini
mengungkapkan pemikiran bahwa apa yang terjadi pada Kristus ada dampaknya bagi
setiap orang yang percaya kepada-Nya. Paulus juga menghubungkan di dalam
Kristus adalah ciptaan baru (2 Kor 5:17). Ciptaan baru itu terjadi pada orang
percaya berkat apa yang telah terjadi pada Kristus. Paulus juga tanpa ragu
menghubungkan ciptaan baru ini dengan suatu peristiwa masa lalu, yaitu kematian
dan kebangkitan Yesus yang sungguh-sungguh terjadi (2 Kor 5:15). Dalam kematian
Kristus ia melihat lebih dari kematian Yesus yang manusiawi. Ia juga melihat di
situ kematian ciptaan lama yang dikuasai kekuatan-kekuatan jahat, dan
kedatangan suatu ciptaan baru yang di dalamnya segalanya mencakup asas-asas
hidup yang baru, gagasan-gagasan moral yang baru, metode berpikir yang baru. Ia membawa
dampak kepada pribadi-pribadi, tetapi juga ada segi kebersamaan. Latar
belakang “ciptaan baru di dalam Kristus” ini mempengaruhi makna ungkapan “di
dalam Kristus”, sebab ciptaan baru ini menjadi terwujud hanya dalam mereka yang
berada “di dalam Kristus”. Donald Guthrie, Teologi
Perjanjian Baru 2: Misi Kristen, Roh Kudus, Kehidupan Kristen, Jakarta:
BPK-GM, 2009, hlm. 303-304
George Howard, Paul: Crisist in Galatia dikutip dalam John S. Feinberg (ed), Masih Relevankah Perjanjian Lama di Era
Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 1996, hlm. 400
J.A.T
Robinson,
“Tubuh Kristus”, dalam
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II: M-Z,
J.D. Douglas (ed), Jakara: YKBK/OMF, 2008, 494
E.P.
Gintings,
Apakah Hukum Gereja,
Bandung: Jurnal Info Media, 2009, hlm. 15-16
G.C.
van Niftrik & B.J. Boland,
Dogmatika
Masa Kini, Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm. 358
Prancis
Fulkos,
Ephession Commentary,
Interversity Press Leicester, England: 1983, p. 108