PENGERTIAN
MAJAS
Majas
atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek tertentu yg membuat cerita itu semakin hidup,
keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam
menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis [1].
Daftar
isi
1
Jenis-jenis Majas
1.1
Majas perbandingan
1.2
Majas sindiran
1.3
Majas penegasan
1.4
Majas pertentangan
2
Referensi
3
Catatan kaki
Jenis-jenis
Majas
Majas
perbandingan
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Majas perbandingan
Alegori:
Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh:
Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing,
yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala
sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
Alusio:
Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh:
Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
Simile:
Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan
dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama",
"ibarat","bak", bagai".
Contoh:
Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta
berkorban apa saja.
Metafora:
Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai
sifat yang sama atau hampir sama.
Contoh:
Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri.
Antropomorfisme:
Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia
untuk hal yang bukan manusia.
Sinestesia:
Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat
ungkapan rasa indra lainnya.
Contoh:
Dengan telaten, Ibu mengendus setiap mangga dalam keranjang dan memilih yang
berbau manis. (Bau: indera penciuman, Manis: indera pengecapan)
Antonomasia:
Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
Aptronim:
Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
Metonimia:
Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri
khas, atau atribut.
Contoh:
Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek
Djarum)
Hipokorisme:
Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan
karib.
Contoh:
Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat Otok kian
terkesima.
Litotes:
Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
Contoh:
Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
Hiperbola:
Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut
menjadi tidak masuk akal.
Contoh:
Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit.
Personifikasi:
Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu
yang bukan manusia.
Contoh:
Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.
Depersonifikasi:
Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
Pars
pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh:Sejak
kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.
Totum
pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contoh:
Indonesia bertanding voli melawan Thailand.
Eufimisme:
Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata
lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Contoh:
Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya?
Disfemisme:
Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
Contoh:
Apa kabar, Roni? (Padahal, ia sedang bicara kepada bapaknya sendiri)
Fabel:
Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur
kata.
Contoh:
Kucing itu berpikir keras, bagaimana cara terbaik untuk menyantap tikus di
depannya.
Parabel:
Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
Perifrasa:
Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
Eponim:
Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Contoh:
Kita bermain ke Ina. (Dalam hal ini, 'Ina' menjadi perwakilan dari lokasi
'rumah milik Ina'.)
Simbolik:
Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan
maksud.
Asosiasi:
perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Contoh:
Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.
Majas
sindiran
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Majas sindiran
Ironi:
Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan
dari fakta tersebut.
Contoh:
Suaramu merdu seperti kaset kusut.
Sarkasme:
Sindiran langsung dan kasar.
Contoh
: Kamu tidak dapat mengerjakan soal yang semudah ini? Dasar otak udang isi
kepalamu!
Sinisme:
Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada
manusia (lebih kasar dari ironi).
Contoh:
Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya kepadaku ?
Satire:
Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau
menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
Innuendo:
Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas
penegasan
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Majas penegasan
Apofasis:
Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
Pleonasme:
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan
keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh:
Saya naik tangga ke atas.
Repetisi:
Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
Contoh
: Dia pasti akan datang, dan aku yakin, dia pasti akan datang ke sini.
Pararima:
Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
Aliterasi:
Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
Contoh:
Dengar daku. Dadaku disapu.
Paralelisme:
Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.
Tautologi:
Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
Sigmatisme:
Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
Contoh:
Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Salah satu kutipan puisi W.S. Rendra)
Antanaklasis:
Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
Klimaks:
Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang
penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
Contoh:
Baik rakyat kecil, kalangan menengah, maupun kalangan atas berbondong-bondong
menuju ke TPS untuk memenuhi hak suara mereka.
Antiklimaks:
Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih
penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
Inversi:
Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
Contoh:
Dikejar oleh Anna kupu-kupu itu dengan begitu gembira.
Retoris:
Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan
tersebut.
Elipsis:
Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur
tersebut seharusnya ada.
Koreksio:
Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat,
kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
Polisindenton:
Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
Asindeton:
Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
Interupsi:
Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
Eksklamasio:
Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
Enumerasio:
Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
Preterito:
Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
Alonim:
Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
Kolokasi:
Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam
kalimat.
Silepsis:
Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi
dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
Zeugma:
Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk
konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Contoh:
Perlu saya ingatkan, Kakek saya itu peramah dan juga pemarah.
Majas
pertentangan
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Majas pertentangan
Paradoks:
Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun
sebenarnya keduanya benar.
Oksimoron:
Paradoks dalam satu frasa.
Antitesis:
Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang
lainnya.
Kontradiksi
interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada
bagian sebelumnya.
Anakronisme:
Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan
waktunya.
Referensi
:
Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan. Tera, Yogyakarta.
Catatan
kaki :
^
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar